Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja beserta anggota Bawaslu dalam konferensi pers hasil pengawasan tahapan pendaftaran parpol peserta Pemilu 2024 (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan menindaklanjuti dugaan pencatutan nama dan nomor induk kependudukan (NIK) penyelenggara pemilu. Nama dan NIK anggota Bawaslu maupun KPU diduga telah dicatut sebagai anggota dan pengurus partai politik (parpol) di dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).

Berdasarkan data yang dirilis, tercatat sebanyak 275 nama jajaran Bawaslu dalam data Sipol dicatut sebagai anggota maupun pengurus parpol. Kemudian menurut sebarannya, jajaran pengawas pemilu di Papua yang paling banyak muncul, yaitu sebanyak 57 nama.

Sementara dalam hal status kepegawaian, pengawas pada tingkat staf adalah yang paling banyak masuk dalam Sipol. Selain itu, terdapat 32 anggota Bawaslu/Panwaslih, dan 5 ketua Bawaslu namanya juga masuk dalam data Sipol.

1. Penyelanggara pemilu yang namanya dicatut diimbau ajukan keberatan

Ilustrasi petugas KPPS (IDN Times/Istimewa)

Terkait hal tersebut Anggota Bawaslu RI Puadi mengimbau kepada KPU dan jajaran Bawaslu yang namanya dicatut untuk mengajukan keberatan dan permintaan penghapusan data kepada parpol.

“Kami sampaikan pada jajaran kami untuk membuat surat keberatan kepada parpol, lalu minta dihapus,” ujar Anggota Bawaslu Puadi usai konferensi pers di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (15/8/2022).

2. Nama penyelenggara pemilu yang masih dicatut bisa berpotensi bikin pelanggaran

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia mengatakan, imbauan itu merupakan langkah awal yang ditempuh Bawaslu. Menurut Puadi, penyelenggara pemilu yang merasa namanya dicatut oleh parpol dan didaftarkan dalam Sipol sebagai anggota maupun pengurus harus mengajukan keberatan secara pribadi.

Jika tidak, maka terdaftarnya nama penyelenggara pemilu di Sipol tentunya ke depan bakal menimbulkan potensi pelanggaran.

“Ini masih potensi pelanggaran. Bisa pelanggaran etik, pelanggaran administrasi, atau pelanggaran pidana," ucap Puadi.

3. Pencatutan bisa dijerat pidana umum

Logo Bawaslu (bawaslu.go.id)

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Pusdatin Bawaslu ini menjabarkan, potensi pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dapat terjadi jika penyelenggara pemilu yang namanya diduga dicatut tidak menyampaikan keberatan.

Dengan demikian menurut dia, yang bersangkutan sama saja mengonfirmasi bahwa dirinya memang merupakan anggota maupun pengurus parpol.

Padahal sebagaimana diketahui penyelenggara pemilu dilarang menjadi anggota maupun pengurus parpol. Adapun terkait potensi pidana, kata dia, dugaan pencatutan itu dapat dijerat dengan pidana umum, bukan pidana pemilu.

“Ini masuknya pidana umum, tidak ada pidana pemilunya,” tutur Puadi.

Editorial Team