Ratusan Warga IKN Terancam Digusur, Amnesty: Lecehkan Masyarakat Adat

Jakarta, IDN Times - Amnesty International Indonesia (AII) memprotes surat yang dikeluarkan Otoritas Ibu Kota Nusantara (OIKN) yang menyebabkan ratusan warga terancam digusur.
Dalam dua lembar surat OIKN yang diteken Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan, Thomas Umbu Pati itu, meminta agar ratusan warga yang bermukim di sekitar IKN segera membongkar bangunan rumahnya sendiri. Alasannya, bangunan-bangunan tersebut dinilai tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) IKN.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menagih janji pemerintah yang dulu mengatakan akan membangun IKN tanpa adanya penggusuran.
"Surat dari OIKN tidak hanya melecehkan hak Masyarakat Sepaku, termasuk hak warga adat Suku Balik yang bermukim di sana. Tapi juga membuat mereka terancam kehilangan tempat tinggal," ujar Usman seperti dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (16/3/2024).
"Ke mana perginya janji pemerintah untuk membangun IKN tanpa penggusuran?" sambungnya.
Usman menyebut langkah yang ditempuh OIKN tersebut jelas melanggar hak konstitusional. Lagi pula, hak atas tanah masyarakat adat diakui secara internasional.
"Surat ini semakin menandakan sempitnya ruang partisipasi Masyarakat (Desa) Sepaku dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan dan tempat tinggal mereka," tutur dia.
1. Surat dari OIKN dianggap memaksa warga hengkang dari tanah yang diwariskan leluhur
Usman mengatakan surat yang diterbitkan OIKN pada 4 Maret 2024 itu memaksa warga di sekitar area pembangunan IKN, agar hengkang dari tanah yang sudah diwariskan leluhurnya. Padahal, mereka sudah lebih lama mendiami tanah di sana.
"Hal ini memperlihatkan tindakan yang melanggar prinsip keadilan sosial dan absennya konsultasi bermakna," tutur dia.
Karena itu, Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah agar segera menghentikan langkah yang mengancam hak atas tempat tinggal masyarakat Sepaku dan warga adat di sana. OIKN seharusnya membuka ruang konsultasi secara bermakna.
"Masyarakat Sepaku berhak menentukan masa depan tempat tinggal mereka. Hak-hak warga yang harus dilindungi dan negara harus memastikan bahwa mereka tidak lagi menjadi korban dari kebijakan yang merugikan dan diskriminatif," katanya.