Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
Djan diketahui pernah berseteru dengan Romahurmuziy (Rommy) terkait posisi ketua umum di PPP. Pada 2014, Djan terpilih menggantikan Suryadharma Ali menjadi Ketum PPP. Ia dipilih melalui Muktamar di Jakarta.
Suryadharma Ali diganti karena terlibat korupsi dana penyelenggaraan ibadah haji. Ia ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan divonis 6 tahun bui pada 2016.
Meski begitu, digelar pula Muktamar Surabaya yang memenangkan Rommy sebagai ketum. Namun, Kementerian Hukum dan HAM justru mengakui kepengurusan PPP yang dipimpin oleh Rommy.
Pada 2016, PPP versi Djan Faridz mengajukan gugatan terhadap keputusan Menkum HAM, Yasonna Laoly ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hasilnya, Djan menang.
Rommy kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hasilnya, Djan Faridz kalah. Djan pernah mengambil tindakan tegas dengan memecat Rommy sebagai kader PPP pada Maret 2017.
Namun, keputusan itu ditertawakan oleh Rommy. Menurut Rommy, Djan secara struktural ada di bawahnya sehingga tak memiliki kewenangan untuk memecat ketua umum.
"Perasaan dia yang jadi anak buah saya, kok dia yang pecat saya? Lucu. Ini yang sudah keempat kalinya dia katanya pecat saya. Empat kali dari zaman kapan tahu," ujar Rommy yang ketika itu masih duduk sebagai anggota komisi XI DPR RI.
Beberapa tahun berselang, Rommy terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) komisi antirasuah pada 2019. Posisinya kemudian diisi sementara waktu oleh Suharso Monoarfa. Dalam jumpa pers pada 2019, Suharso mengajak Djan kembali PPP dan menjadi parpol yang solid.
Kemenkumham kemudian menetapkan kepengurusan baru PPP yang dipimpin oleh Suharso. Dengan kepengurusan periode 2020-2025, PPP kemudian langsung melakukan konsolidasi internal agar bisa menghadapi pemilu 2024. Djan sendiri diberi posisi sebagai anggota Majelis Dewan Kehormatan PPP hingga saat ini.