Sejumlah warga mengungsi di dataran tinggi di Mamuju Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2021). (ANTARA FOTO/Akbar Tado)
Gempa bumi di Sulbar terjadi ketika pandemik COVID-19 semakin memburuk. Situasi di titik pengungsian bila tidak diatur berpotensi menimbulkan klaster baru.
BNPB membuat upaya pencegahan dengan tidak mengizinkan sembarang orang masuk ke titik pengungsian yang dihuni warga usai terjadi gempa bumi di Sulbar.
"Jadi, kami memberlakukan protokol kesehatan yang ketat. Kami membagikan masker bagi para pengungsi, sehingga diharapkan bisa dipakai di lokasi pengungsian. Selain itu, kami juga membagi lokasi pengungsi bagi pengungsi yang rentan dan tidak (terhadap COVID-19). Hanya orang sehat yang diizinkan ke titik lokasi pengungsian," ungkap Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Raditya Jati dalam jumpa pers, Sabtu.
Berdasarkan data BNPB yang dirilis hari ini, ada sekitar 15 ribu warga di Kabupaten Majene yang mengungsi akibat rumah yang mereka huni hancur dihantam gempa bumi berkekuatan M 6,2. Di Kabupaten Majene, ada 10 titik pengungsian. Sedangkan, di Kabupaten Mamuju terdapat 5 titik pengungsian.
Sementara, total korban meninggal dunia terus bertambah. Pada hari ini, korban tewas mencapai 46 jiwa. Sedangkan, 826 orang mengalami luka.
Selain itu, jaringan listrik di Kabupaten Majene sebagian sudah menyala. Sedangkan, di daerah Mamuju, jaringan listrik masih padam. Artinya, para pengungsi terpaksa harus menginap di tenda dalam keadaan gelap gulita.