Jakarta, IDN Times - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) seolah mendapat tamparan keras ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan salah satu petingginya yakni Rizal Djalil sebagai tersangka rasuah dalam proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR. Pengumuman status anggota IV BPK itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang pada (25/9) lalu. Ini merupakan tersangka kedua yang ia umumkan usai kembali ke komisi antirasuah setelah sempat menyatakan mundur.
Menurut penjelasan Saut, Rizal dijadikan tersangka karena tidak hanya cawe-cawe untuk ikut terlibat dalam proyek tersebut. Namun, ia juga meminta duit karena mengaburkan laporan audit di Direktorat SPAM.
"Awalnya diduga ada temuan dari pemeriksaan tersebut adalah sebesar Rp18 miliar namun kemudian berubah menjadi sekitar Rp4,2 miliar," ujar Saut ketika memberikan keterangan pers pada pekan lalu.
Karena sudah membantu mengaburkan laporan audit itu, maka Rizal meminta imbalan duit senilai Rp2,3 miliar. Temuan ini tentu membuat dahi publik mengernyit. Bagaimana mungkin badan yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan terhadap lembaga lain justru anggotanya malah ikut korupsi.
Tanda tanya serupa juga diserukan oleh KPK. Apalagi komisi antirasuah termasuk salah satu lembaga yang laporan keuangannya ikut diaudit oleh BPK.
Dalam laporan keuangan tahun 2018 lalu, BPK menyematkan status Wajar dengan Pengecualian (WDP). Padahal, sebelumnya status yang diraih oleh KPK adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Saut menegaskan penetapan status tersangka bagi Rizal sama sekali tidak memiliki motif politis atau ingin balas dendam.
"Ya, ampun sejak kapan kita diajarin dendam-dendaman? Kasusnya saja kan jauh, kita lihat deh kasusnya. Kan tahun kemarin kan? Berapa lama (jedanya)? Jadi, ini lebih pada kekuatan bukti," kata Saut lagi ketika itu.
Lalu, bagaimana sih rekam jejak Rizal yang sempat menjadi Ketua BPK walau hanya tujuh bulan itu? Berikut rangkumannya.