Pengurus FSP RTMM-SPSI saat menyampaikan terkait rencana kenaikan cukai tembakau yang dilakukan Pemerintah di sebuah rumah makan, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. (IDNTimes/Dicky)
Sudarto mengatakan, pihaknya khawatir kenaikan cukai hasil tembakau yang sangat tinggi akan membahayakan industri hasil tembakau (IHT), khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang padat karya.
"Kondisi dampak pandemik COVID-19 yang belum sepenuhnya pulih, kenaikan bahan bakar minyak, dan tidak menutup kemungkinan ancaman resesi global sehingga pemerintah harus hati-hati dan teliti dalam menetapkan kenaikan cukai hasil tembakau Tahun 2023," kata dia.
Menurut Sudarto, pemerintah harus memperhatikan sepenuhnya dampak yang akan terjadi kepada industri, khususnya terhadap kesejahteraan pekerja hingga kepastian kelangsungan pekerjaannya.
"Desakan dari organisasi antitembakau yang terindikasi dikendalikan dan di sokong berbagai lembaga asing, memosisikan seolah produk hasil tembakau menjadi produk ilegal yang patut diduga ingin mematikan IHT di Indonesia," ujar Sudarto.
Pihaknya menilai, PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan rencana kenaikan cukai tahun 2023 merupakan kebijakan yang sangat mencemaskan.
Pasalnya, kebijakan itu dapat menghancurkan IHT serta menghilangkan pekerjaan dan penghasilan anggota FSP RTMM-SPSI.
"Tidak adil jika IHT satu sisi diperas untuk menopang penerimaan negara sedangkan di sisi lain ditekan dengan berbagai regulasi atau kebijakan yang mematikan," kata dia.