Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengkritik keras terkait pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Menurut dia, Revisi UU TNI membuka pandora masuknya militer ke dalam wilayah sipil.
Bivitri juga mengatakan, demokrasi Indonesia dicederai secara ugal-ugalan oleh pemerintah dan DPR selaku pembuat undang-undang (UU).
Ia menyampaikan, ada kejanggalan dalam proses pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) ini. DPR dalam rapat paripurna ke-13 mengaku menerima surat presiden tentang RUU TNI yang meminta supaya segera ditindaklanjuti.
Padahal, RUU TNI tidak pernah masuk ke dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2025.
Kemudian, dalam rapat kerja bersama Komisi 1 DPR RI pada 13 Maret 2025, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga menyatakan bahwa Menteri Pertahanan (Menhan) Sajfrie Samsoeddin meminta supaya RUU TNI masuk ke dalam prolegnas 2025.
Hal tersebut disampaikan Bivitri Susanti dalam diskusi virtual bertajuk "Siaran Pers: Kejahatan Legislasi Dalam Persetujuan UU TNI 2025".
"Jadi sebenarnya yang berproses legislasi ini siapa, Panglima TNI dan Presiden atau seuai UUD 1945 Pasal 20, Presiden bersama DPR," kata Bivitri, dikutip Senin (24/3/2025).