Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kru kapal Diamond Princess asal RI meminta segera dievakuasi. (Twitter.com/abcaustralia_id)
Kru kapal Diamond Princess asal RI meminta segera dievakuasi. (Twitter.com/abcaustralia_id)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Indonesia diprediksi kuat akan mengevakuasi puluhan WNI yang bekerja di kapal pesiar Diamond Princess dengan menggunakan pesawat. Maskapai yang akan digandeng adalah Garuda Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto ketika memberikan keterangan pers pada Selasa (25/2). Namun, pria yang akrab disapa Yuri itu memberikan keterangan pers melalui video conference pada pagi tadi. 

"Kami sudah menyiapkan satu skenario bahwa mereka akan dijemput dengan pesawat terbang. Tentunya pesawat terbang yang telah memiliki registrasi penerbangan menuju ke (bandara) Haneda dan itu adalah pesawat Garuda," ujar Yuri seperti dikutip dari kanto berita Antara pada hari ini. 

Yuri menggaris bawahi penjemputan puluhan WNI tidak akan menggunakan metode biasa, lantaran mereka sudah berada di lokasi yang akhirnya berubah menjadi episentrum penyebaran virus mematikan tersebut. 

Lalu, kapan pemerintah akan menjemput WNI yang kini masih berada di dalam kapal pesiar Diamond Princess?

1. Pemerintah masih terus mematangkan skenario penjemputan dengan kementerian terkait

Achmad Yurianto Sekretaris Dirjen P2P Kemenkes (IDNTimes/Aldzah Aditya)

Yuri meminta kepada WNI yang kini masih di dalam kapal pesiar Diamond Princess supaya bersabar. Sebab, proses evakuasi yang akan dilakukan berbeda dengan metode pemulangan 238 WNI dari Provinsi Hubei, Tiongkok. 

Kapal pesiar Diamond Princess sudah berubah menjadi episentrum penyebaran virus corona. Sehingga, diprediksi semua yang berada di dalam kapal sudah terinfeksi virus yang mematikan itu. Sejauh ini, 9 dari 78 kru kapal Diamond Princess asal Indonesia sudah positif terjangkit COVID-19. 

"Oleh karena itu kami sedang mengkoordinasikan lebih lanjut. Tentunya dalam hal ini teknsi untuk penjemputan terletak di Kementerian Luar Negeri. Pada prinsipnya kami akan menjemput dan masih diperlukan beberapa hal koordinasi diplomatik antara kita dengan Pemerintah Jepang," kata Yuri pada hari ini. 

Ia menyebut koordinasi yang dibutuhkan tidak mudah karena kondisi yang dihadapi di kapal pesiar Diamond Princess berbeda. 

2. WNI yang bekerja di kapal Diamond Princess akan diobservasi lebih lama yakni 28 hari

Sejumlah penumpang melihar keluar dari balkon kapal pesiar Diamond Princess di Terminal Kapal Dermaga Daikoku di Yokohama, selatan Tokyo, Jepang, pada 19 Februari 2020. (ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-hoon)

Yuri mengatakan ketika mereka diboyong ke Tanah Air maka proses observasi memakan waktu lebih lama dibandingkan mahasiswa dari Provinsi Hubei. 238 WNI dari Hubei diobservasi selama 14 hari di Pulau Natuna. Sedangkan, puluhan WNI yang bekerja di Kapal Diamond Princess akan diobservasi selama 28 hari. 

Namun, belum diketahui di mana puluhan WNI itu akan diobservasi. Yuri sempat menyebut WNI yang bekerja di kapal pesiar itu statusnya sudah naik menjadi pasien dalam pemantauan (PDP). 

“Kami perlu memberikan perhatian khusus terhadap (kru Indonesia yang bekerja di) Diamond Princess. Ternyata kapal ini sudah menjadi episentrum baru yang analog dengan apa yang terjadi di Kota Wuhan. Artinya, orang yang berada di dalam itu sudah sangat-sangat mungkin ketularan. Kalau di Wuhan di Hubei khususnya kalau kita lihat maka kejadian confirmed COVID-19 ini hanya sekitar 5 persen dari populasi yang ada di situ. Tetapi di kapal ini angkanya sudah 15 persen, berarti sudah lebih harus harus diawasi,” ungkap Yuri pada Jumat (21/2). 

3. Kemenkes akan buat pengelompokan untuk 74 WNI sesuai dengan kondisi kesehatan masing-masing individu

Sebuah bus tiba dekat kapal pesiar Diamond Princess di mana ratusan penumpang dinyatakan postitif terjangkit virus corona, di Terminal Dermaga Pesiar Daikoku di Yokohama, Tokyo bagian selatan, Jepang, pada 16 Februari 2020. (ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha)

Yuri juga mengatakan Kemenkes telah berencana membuat kelompok untuk 69 orang ABK Diamond Princess sesuai dengan situasi kesehatan masing-masing individu. Pemisahan ini dilakukan setelah Kemenkes mengetahui kondisi klinis terkini, riwayat sakit selama di kapal dan aktivitas setiap individunya.

“Kumpulkan siapa yang selama di kapal teman sekamarnya positif. Yang teman-teman sekamarnya positif kumpul sendiri. Siapa yang di dalam kapal yang teman sekamarnya gak ada yang positif kumpulin sendiri. Siapa yang di antaranya pernah sakit di dalam kapal walaupun bukan COVID, tidak ada tanda-tanda dan sebagainya sekalipun dalam pemeriksaannya negatif kumpulin sendiri,” tutur dia. 

Hal ini bertujuan agar pihak Kemenkes dapat fokus memantau masing-masing klaster yang telah didasari dengan informasi klinlis maupun non klinis.   

4. Kru kapal asal Indonesia di Diamond Princess menolak dievakuasi dengan menggunakan kapal

Ilustrasi (Dok IDN Times/Istimewa)

Sebelumnya, perwakilan kru kapal asal Indonesia mengirimkan sebuah video permohonan kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Mereka meminta agar segera dievakuasi dengan menggunakan pesawat terbang. Mereka memohon agar pemerintah tak memboyong mereka pulang dengan kapal KRI Soeharso sebab memakan waktu yang lebih lama. 

Berdasarkan Rapat Koordinasi Rencana Gerak yang digelar pada (20/2), total waktu yang dibutuhkan untuk menuju ke Jepang lalu kembali ke Indonesia mencapai 34 hari. 

Salah seorang kru terdengar membacakan sebuah surat meminta agar pemerintah tak lagi menunda-nunda untuk mengambil keputusan dan membiarkan mereka mati secara perlahan-lahan di Diamond Princess. Apalagi kini, Diamond Princess sudah menjadi episentrum penyebaran virus mematikan corona. Artinya, bila mereka tak secepatnya dikeluarkan dari kapal tersebut, maka semua kru kapal asal Indonesia juga bisa terinfeksi virus dengan nama COVID-19 itu. 

"Kepada Presiden Jokowi yang terhormat, kami yang berada di Diamond Princess di Yokohama, sudah sangat takut ibaratnya dibunuh pelan-pelan. Kami di sini untuk menghidupi keluarga di Indonesia. Jangan biarkan kami sakit dan mati perlahan-lahan karena kelamaan dievakuasi," demikian pernyataan yang dibacakan oleh kru perempuan asal Indonesia di video tersebut. 

Editorial Team