Ilustrasi buruh atau pekerja saat demonstrasi. (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Dengan adanya aksi unjuk rasa yang digelar serentak di seluruh Indonesia, Jumhur berharap bisa meluluhkan hati para pembuat kebijakan sehingga berkenan mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja.
"Kita betul-betul sadar, bahwa tidak sedikit upaya-upaya dari berbagai kelompok pendukung UU Omibus Law ini mengisukan dan mengabarkan berita bohong kepada banyak pihak khususnya kepada pimpinan-pimpinan serikat buruh di berbagai jenjang bahwa gerakan aliansi aksi kita ini adalah gerakan politik dengan maksud yang tiada lain," jelas dia.
Jumhur menegaskan, kaum buruh Indonesia menganggap dengan berlakunya UU Omnibus Law Cipta Kerja, maka kehidupan mereka semakin sulit karena adanya penurunan standar kesejahteraan, baik dari sisi upah maupun pesangon.
Di sisi lain, dia juga menyorot soal ketidakpastian dalam bekerja akibat ancaman PHK yang begitu mudah yang digantikan dengan kerja kontrak atau sistem outsourcing. Serta mudahnya tenaga kerja asing (TKA) masuk bekerja di Indonesia dengan mengambil hak dari para calon pekerja Indonesia yang saat ini masih dihantui pengangguran.
"Setelah hampir 2 tahun berlaku, UU Omnibus Law ini sudah banyak memakan korban tidak saja kepada buruh-buruh yang sering kita sebut buruh kerah biru, tetapi juga pekerja kerah putih bahkan yang upahnya puluhan juta rupiah yang dirasakan saat mereka pensiun atau di PHK, karena mereka tetaplah buruh atau pekerja, bukan pemilik modal," tutur dia.