Ridwan Kamil Kritik soal Lahan Ibu Kota Baru, Begini Respons Jokowi

Jakarta, IDN Times - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sempat mengkritik ibu kota baru yang dinilainya terlalu luas. Pria yang akrab disapa Kang Emil itu mengatakan, dengan luas sebesar 180.000 hektare, ibu kota baru di Kalimantan Timur tidak sebanding dengan jumlah penduduk sekitar 1,5 juta orang.
Usai melontarkan kritik itu, Emil pun hadir ke Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8), untuk bertemu Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Dia mengaku, kedatangannya untuk membicarakan tentang pembangunan provinsi, juga memberi masukan tentang ibu kota baru. Lantas bagaimana respons Jokowi?
1. Jokowi sambut baik masukan dari Emil
Bertemu Jokowi di Istana Rabu sore ini, Emil mengaku memberi masukan langsung terkait luas lahan ibu kota baru. Mendengar masukannya, kata Emil, Jokowi pun menyambut baik dan menerimanya.
"Beliau (Jokowi) sangat senang mendapatkan input. Jadi semua orang berkepentingan," kata Emil di kompleks Istana Negara.
2. Emil sebut masukan kepada Jokowi sebagai anak bangsa, bukan gubernur
Emil menjelaskan, kedatangannya ke Istana untuk memberi masukan soal ibu kota baru bukan sebagai gubernur, melainkan sebagai anak bangsa. Menurutnya, bangsa Indonesia pasti ingin yang terbaik untuk negerinya.
"Saya datang sebagai anak bangsa, bukan sebagai gubernur dalam konteks itu, ingin agar cita-cita yang luar biasa ini berhasil" ungkap dia.
3. Emil sebut jangan sampai ibu kota baru Indonesia dicap gagal seperti Brasilia
Melihat kajian dari Harvard University, kata Emil, Brasilia, ibu kota baru Brasil, dianggap sebagai ibu kota yang tidak berhasil. Karena luas Brasilia tidak sebanding dengan jumlah penduduk, sehingga menjadi kota yang sepi.
"Jangan sampai kita sibuk dengan cara seperti itu, 50 tahun setelahnya mangkrak. Saya mengingatkan saja agar kita merencana jauh lebih matang dan lebih baik. Masukan dari masyarakat juga diterima," ungkap Emil.
4. Emil kritik lahan ibu kota baru yang terlalu luas
Sebelumnya, Emil sempat mengkritik tentang lahan ibu kota baru yang dianggapnya terlalu luas. Ridwan menilai, desain dan asumsi ibu kota baru ini banyak yang kurang tepat. Hal tersebut menitikberatkan pada ketidakseimbangan antara lahan dan jumlah penduduk.
"Misalnya 200 ribu hektare untuk 1,5 juta penduduk. Menurut saya itu boros lahannya," kata Emil di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Senin (26/8).
Emil mencontohkan, tanah yang terlalu luas dan tidak sesuai dengan jumlah penduduk di antaranya terjadi di Brasil dan Myanmar. Akibatnya, tanah yang kosong di sana terlalu luas, minim pembangunan dan warganya tidak betah. Berbeda dengan Ibu Kota Amerika Serikat, Washington DC, yang berdiri di atas lahan 17 ribu hektare memiliki jumlah penduduk 700 ribu jiwa.
Menurutnya, jika jumlah penduduk di ibu kota baru diperkirakan mencapai 1,5 juta jiwa, maka luas tanah yang ideal adalah 35 ribu hektare. Jika tanah yang ada 200 ribu hektare dan penduduknya 1,5 juta jiwa maka akan terjadi pemborosan. Jika itu terjadi, akan berlangsung penggelontoran uang banyak dalam infrastruktur, yakni dari mulai aspal hingga kabel hanya untuk mengakomodir penduduk.
"Kalau mau contoh baik tirulah Washington DC. Cukup dengan rasio 17 ribu hektare lahan untuk 700 ribu orang, dengan kota padat, bisa jalan kaki nyaman. Jangan mengulangi kesalahan segala harus lahan luas," papar Emil.