ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Sejumlah kelompok masyarakat masih tak setuju dengan RKUHP yang disepekati DPR RI bersama pemerintah tersebut. Aliansi kelompok masyarakat yang beranggotakan YLBHI, LBH Jakarta, Amnesty Internasional Indonesia, Greenpeace, Trend Asia, LBH Masyarakat, PBHI, dan Pantau Gambut menyebut sejumlah pasal bermasalah yang tercantum dalam RKUHP.
“RKUHP masih memuat banyak pasal bermasalah,” kata pengacara publik LBH Jakarta, Citra Referendum dalam keterangan tertulis, Senin (28/11/2022).
LBH dan kelompok masyarakat lainnya menyoroti ada sebelas pasal bermasalah dalam RKUHP.
Pertama pasal terkait living law yang dianggap berbahaya karena kriminalisasi semakin mudah sebab aturan akan dibuat menuruti pemerintah daerah. Menurutnya, pasal ini akan merugikan perempuan dan kelompok rentan lain.
“Sebab saat ini masih banyak terdapat peraturan daerah yang diskriminatif,” ucap pengacara publik LBH Jakarta Citra Referendum.
Kemudian pasal terkait pidana mati yang melegalisasi pidana mati. Padahal menurut Citra, perampasan hak hidup manusia yang melekat tidak bisa dicabut atau dikurangi oleh siapa pun termasuk negara.
“Hukum ini harus ditiadakan karena beberapa kasus telah terjadi bahwa pidana mati telah menimbulkan korban salah eksekusi,” katanya.
Kemudian pasal penghinaan presiden yang dianggap anti kritik karena dapat berujung pada pemidanaan. Hukuman serupa juga bisa dikenakan pada kritik terhadap lembaga negara dan pemerintah.
“Pasal ini menunjukkan bahwa penguasa negara ingin diagung-agungkan seperti penjajah di masa kolonial,” ujarnya.
Pasal lainnya yang disorot seperti pasal terkait perampasan aset untuk denda individu, pasal terkait contempt of court, pasal terkait unjuk rasa tanpa pemberitahuan, pasal edukasi kontrasepsi, pasal terkait kesusilaan,pasal terkait tindak pidana agamna, dan pasal terkait penyebaran marxisme dan leninisme.
RKUHP menyertakan hukuman pidana pada pihak, baik individu maupun perseorangan yang menyebarkan edukasi tentang Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR).
Pasal terkait edukasi kontrasepsi ini dinilai berpotensi mengkriminalisasi pihak yang mengedukasi kesehatan reproduksi termasuk menginformasikan akses layanan aborsi aman.
“Aturan ini berbahaya karena bisa mengkriminalisasi orangtua atau pengajar yang mengajarkan anaknya kesehatan reproduksi,” kata Citra.