Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengamini pandangan Wens. Menurut Yadi, jika RUU Penyiaran dibuat untuk mendukung dan melindungi media penyiaran konvensional yang tergerus media digital atau medsos, semestinya yang diatur adalah platformnya, bukan pengguna atau usernya.
“Seperti yang dilakukan oleh kalangan pers yang menginisiasi pembuatan publisher right,” kata dia.
Yadi mengusulkan agar RUU Penyiaran lebih fokus mengatur lembaga pemeringkat konten. Kemudian memperkuat sinergi antara pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Dewan Pers, untuk menciptakan iklim penyiaran dan jurnalistik yang sehat.
“Bukan mengambil alih kewenangan Dewan Pers dan mengatur pers,” kata dia.
Selain itu, lanjut Yadi, RUU Penyiaran memperkuat lembaga penyiaran publik agar lebih berkualitas, memperkuat peran publik dalam mengontrol isi penyelenggaraan penyiaran.
“Dan memperkuat organisasi profesi, termasuk menjadikannya sebagai partner KPI, seperti yang dilakukan oleh Dewan Pers,” kata dia.
Sementara, Staf Khusus Menkominfo, Prof. Widodo yang hadir mewakili Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo), Nezar Patria, menyebutkan ada empat langkah strategis untuk pengembangan media siber berkelanjutan, yakni mengadopsi teknologi terkini seperti integrasikan Artificial Intelligent (AI) dalam proses bisnis.
Kemudian adaptif dan resilien melalui pengembangan talenta digital, melakukan perencanaan berbasis data untuk mendukung proses bisnis dan sekaligus memastikan pengambilan keputusan yang tepat, dan terakhir, menyesuaikan industri dengan perkembangan perilaku konsumen.
“Seperti berkolaborasi dengan konten kreator untuk meningkatkan traffic dan menghasilkan konten yang mendukung pertukaran budaya dan pemahaman secara umum,” ujar Widodo.