Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belum menemui titik terang dalam kesepakatan. Dari 9 fraksi di parlemen, hanya 5 yang tegas mendukung RUU PKS untuk segera masuk dalam Prolegnas 2021 dan menjadi payung hukum untuk korban kekerasan seksual.
Partai yang tegas menolak RUU PKS ini hanya Partai Keadilan Sejahtera. Hal tersebut karena beberapa masukan PKS belum terakomodir.
“Kita butuh undang-undang yang tegas dan komprehensif yang melandaskan pada nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya bangsa bukan dengan peraturan yang ambigu dan dipersepsi kuat berangkat dari paham/ideologi liberal-sekuler yang sejatinya bertentangan dengan karakter dan jati diri bangsa Indonesia itu sendiri," kata Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini dikutip dari laman resmi pks.id, Jumat (18/9/2020).
PKS ingin fokus RUU tidak melebar ke isu-isu di luar kejahatan seksual. Sehingga, lanjut dia, fokus hanya pada tindak kejahatan seksual, yaitu pemerkosaan, penyiksaan seksual, penyimpangan perilaku seksual, pelibatan anak dalam tindakan seksual dan inses.
Pembatasan tersebut, lanjut Jazuli, sekaligus memperjelas jenis tindak pidana dalam RUU sehingga tidak membuka tafsir bebas sebagaimana yang dikritik masyarakat luas saat ini.
Mempertegas sikap PKS, anggota Baleg F-PKS, Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, RUU PKS sudah tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional DPR sehingga belum ada pembahasan lanjutan RUU PKS di fraksinya.
“Saat ini posisi RUU tersebut sudah tidak masuk dalam prioritas 2020. Sehingga belum ada pembahasan draf,” kata Ledia kepada IDN Times, Jumat (18/9/2020).
"Karena ini bukan carry over maka harus ada draf yang diajukan. Saat ini kan belum ada drafnya, yang mau disetujui atau ditolak yang mana?," sambungnya.
Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, kasus kekerasan dan pelecehan seksual sepanjang tahun 2019 tercatat mencapai 431.471 kasus. Jumlah tersebut naik sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya, yakni 406.178 kasus.
Lalu bagaimana sikap partai yang mendukung?