Para pendukung upaya referendum terhadap Sahara Barat. (twitter.com/Frente POLISARIO)
Melansir Aljazeera, perang ini berawal pada tahun 1975 ketika Spanyol mengakhiri kekuasaannya di wilayah tersebut. Saat itu meninggalkan Mauritania, Maroko, dan Front Polisario dalam konflik yang mengakar atas kedaulatannya. Wilayah Sahara Barat dibagi oleh Mauritania dan Maroko. Maroko mengklaim secara sepihak wilayah tersebut.
Adapun Polisario yang awalnya dibentuk untuk membebaskan Maroko Selatan, kemudian berusaha untuk melawan otoritas Maroko untuk membentuk negara sendiri di wilayah Sahara Barat. Saat itu mereka memihak pada Aljazair dimana negara itu juga memberikan dukungan berupa senjata terhadap para pejuang Polisario. Hal itu dilakukan Aljazair lantaran Maroko yang juga kerap kali mencaplok wilayahnya.
Pada tahun yang sama, Mahkama Internasional (ICJ) mengakui hubungan historis yang terjadi antar wilayah tersebut namun tidak bisa dijadikan landasan oleh Maroko dalam mengklaim kepemilikannya.
Polisario yang mewakili Republik Demokratik Arab Sahrawi dari pengasingan di Tindouf, Aljazair, berdamai dengan Mauritania pada 1979. Tetapi pertempuran dengan Maroko berlanjut hingga tahun 1991 ketika kedua pihak mencapai kesepakatan yang menyerukan diadakannya referendum, sambil mempertahankan status quo saat itu dan penerapan zona penyangga yang didukung PBB.
Sampai saat ini, wilayah tersebut masih belum memperoleh referendum. Hal ini pula yang membuat Front Polisaro untuk terus berjuang memperoleh hak untuk berdaulat tanpa kekangan dari pemerintah Maroko.