Oleh Fariz Fardianto
SEMARANG, Indonesia — Panas dan pengap. Dua kata yang tepat untuk menggambarkan suasana sebuah tempar pengepul barang bekas di pojok Jalan Kolonel Sugiyono, Rabu sore, 11 April 2018.
Tumpukan kardus dan plastik menghalangi pandangan mata begitu Rappler masuk ke tempat itu. Seorang perempuan muda menyambut ramah di tengah aktivitasnya menimbang barang-barang bekas. "Tunggu sebentar ya, Mas. Pak Samad sedang menuju ke sini," kata perempuan tersebut kepada Rappler.
Tak lama kemudian, orang yang ditunggu-tunggu pun datang. Dengan rambut dicat merah serta bertubuh gempal, sosoknya mudah dikenali.
Samad mengatakan, terdapat 250 pemulung yang rutin mendatangi pusat pengepul barang rongsok miliknya. Tiap pemulung biasanya menjual besi-besi bekas, plastik maupun kardus dengan harga bervariasi. Tiap kilo plastik misalnya, dijual seharga Rp 6,500.
"Setiap hari, saya bisa mengumpulkan 15 ton kardus, 2 ton plastik, 200 kuintal logam, serta 4 ton besi bekas. Setelah itu baru dikirim memakai truk ke pabrik-pabrik di Tangerang, Surabaya dan Solo untuk diolah lagi jadi barang-barang kebutuhan rumah tangga," ujar pria asli Mranggen, Kabupaten Demak tersebut.
Ia bilang mengumpulkan barang-barang rongsokan tak lepas dari latar belakangnya sebagai pemulung sejak kecil. Di Demak, ia dulu sering membantu ibunya memunguti barang bekas yang berserakan di jalanan. Dari Kota Wali, ia kemudian mengadu nasib sampai kawasan Kota Lama Semarang.