ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)
Temuan potensi korupsi terakhir adalah perbaikan tata kelola ekspor-impor. Terdapat permasalahan dan celah penyimpangan pada penjaluran importasi.
“Masih adanya importir yang bekerja sama dengan dengan oknum untuk melakukan pelanggaran importasi,” kata Novel.
Hal itu terjadi karena belum optimalnya pengawasan internal di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta ditemukan adanya intervensi dari pihak lain yang dapat mempengaruhi independensi dan integritas petugas pemeriksa dalam proses importasi.
Ditemukan juga praktik nominee dan ‘pinjam bendera’ dalam kegiatan importasi. Serta kurangnya sinergitas dan koordinasi para pemangku kepentingan terkait ekspor impor.
“Dalam kegiatan bersama Itjen Kemenkeu di Cikarang Dry Port ditemukan pelanggaran kepabeanan yang dilakukan oleh 2 imporitr dalam 2 kontainer, berupa pemasukan barang tidak sesuai dokumen, antara lain motor besar, sepeda premium, barang mewah dan barang Lartas lainnya sehingga dilakukan penegahan dan nota pembetulan nilai total sebesar Rp2.425.315.000,” papar Novel.
Sebagai tindak lanjut atas rekomendasi Sastgasus Polri, Kemenkeu kata Novel, telah merespons dengan melaksanakan Program Reformasi Berkelanjutan dengan fokus penataan pada lima Pelabuhan Utama termasuk Cikarang Dry Port yang diikuti dengan penguatan pengawasan pada pada wilayah Pesisir Timur Sumatera untuk mencegah terjadinya ballon effect akibat adanya pengetatan di Pelabuhan Utama.
Atas temuan-temuan hasil deteksi korupsi di atas, Satgasus Pencegahan Korupsi Polri telah melakukan koordinasi dan menyusun aksi pencegahan korupsi dengan Kementerian/Lembaga terkait diantaranya melalui kegiatan pendampingan, pengawasan dan perbaikan regulasi.
“Terkait dengan program pencegahan korupsi melalui implementasi Single Identity Number (SIN) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan penerimaan negara yang bersumber dari cukai, saat ini masih berjalan,” pungkasnya.