ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Sejarah panjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam dimulai beberapa pekan setelah Presiden Soeharto dilantik menggantikan Soekarno. Lewat kontrak kerja sama pada 6 Maret 1967, Total--perusahaan migas asal Perancis, dan Inpex dari Jepang, masing-masing memiliki 50 persen hak kelola Blok Mahakam selama masa 30 tahun.
Eksplorasi Blok Mahakam dimulai dengan mengebor sumur di Lapangan Bekapai pada 1969. Selama dua tahun operator mengebor enam sumur, mereka tak kunjung berhasil menemukan minyak. Saat mengebor sumur ketujuh, barulah operator menemukan migas.
Produksi migas dimulai dari Bekapai pada 1974. Sejak keberhasilan eksplorasi pertama, minyak dan gas berturut-turut ditemukan di tujuh lapangan lain yakni Handil pada 1974, Tambora (1974), Tunu (1977), Peciko (1983), Sisi (1986), Nubi (1992), dan South Mahakam (1996).
Setelah masa kerja sama 30 tahun hampir berakhir, Total dan Inpex meminta perpanjangan kontrak pengelolaan. Permintaan ini disetujui pemerintahan Soeharto pada 11 Januari 1997, dengan menambah masa kontrak 20 tahun yang berakhir pada 31 Desember 2017.
Pada awal 2008, Total E&P Indonesie kembali mengajukan perpanjangan kontrak sebagai operator kepada Kementerian ESDM dan BP Migas (sekarang SKK Migas). Alasannya, Total memiliki kontrak memasok gas untuk Western Buyers dari Jepang yang baru berakhir pada 2020 atau tiga tahun setelah kontrak kerja sama Mahakam berakhir.
Satu tahun kemudian, Pertamina mengajukan minat untuk ikut mengelola Blok Mahakam setelah berakhirnya kontrak Total dan Inpex pada 2017. Di saat yang sama, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga menyampaikan minat ikut mengelola blok itu.
Menjawab berbagai permintaan tersebut, dibuat Letter of Intent (LOI) yang ditandatangani oleh Ditjen Migas, BPMIGAS, Pertamina, Total dan Inpex pada 26 Maret 2010. LOI tersebut berisi penegasan pemerintah berwenang menentukan pengelola baru Blok Mahakam. Pemerintah juga menjamin kelangsungan dan kepastian pasokan gas untuk Western Buyers oleh siapa pun pengelola Blok Mahakam setelah 2017.
Pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah menolak permohonan perpanjangan kontrak Total dan Inpex di Blok Mahakam. Menteri ESDM ketika itu, Sudirman Said, menerbitkan Surat Nomor:2793/13/MEM.M/2015 tanggal 14 April 2015 perihal Pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Mahakam Pasca 2017. Isi surat menyatakan kontrak kerja sama dengan kontraktor Total dan Inpex tidak diperpanjang dan Pertamina ditunjuk sebagai pengelola baru Blok Mahakam.
Selain itu, Pertamina mendapat kesempatan menjalani masa transisi selama satu tahun sebelum resmi mengelola Blok Mahakam tahun 2018. Tahun 2017, Pertamina sudah mengucurkan investasi untuk membiayai pengeboran sejumlah sumur yang dilakukan Total. Tujuannya agar produksi blok tersebut tidak menurun setelah bergantinya operator dari Total kepada Pertamina.
Pergantian tahun 2018, PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Hulu Mahakam berhasil menguasai Blok Mahakam setelah a 50 tahun terakhir dikelola oleh perusahaan migas asing: Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.
Tepatnya 1 Januari 2018 pukul 00.00 WITA di Balikpapan, perwakilan pemerintah yakni Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi, menyerahkan blok Mahakam kepada Pertamina yang diwakili oleh Direktur Hulu Syamsu Alam.