Kesuksesan Cendol Elizabeth memang tidak didapat secara instan. Rohman merintisnya hingga bertahun-tahun lamanya.
Rohman, kini berusia 58 tahun, mengawali usahanya berdagang cendol pada 1972, saat usianya masih belasan tahun. Ia hijrah ke Kota Bandung dari Pekalongan, mengikuti pamannya yang berjualan cendol.
Rohman yang bersekolah hingga kelas 2 SD ini, terpaksa berjualan karena kesulitan ekonomi sejak bapaknya meninggal. Sebagai anak lelaki satu-satunya, Rohman kecil merasa bertanggung jawab menghidupi keluarganya.
Dengan didikan pamannya, Rohman bisa memiliki gerobak untuk jualan dari hasil menabung. Pada 1979, Rohman mulai berjualan keliling menjajakan cendol buatannya. Ia juga menemukan takaran yang pas untuk menghasilkan cita rasa cendol yang disukai pembeli.
Setelah sempat berjualan keliling, Rohman kemudian menemukan tempat mangkal di depan rumah yang dihuni Elizabeth, seorang perajin tas. Sama-sama masih merintis usahanya, Rohman dan Elizabeth kemudian bekerja sama. Elizabeth sering menitipkan tas buatannya di tempat jualan Rohman.
“Tapi yang beli tas Bu Elizabeth malah minta dikasih cendol gratis. Bapak bilang ke Bu Elizabeth kalau yang beli tas minta cendol gratis. Kata Bu Elizabeth, ya udah nanti saya bayar cendol yang laku,” cerita Bagus yang menikah dengan Nur Hidayah, putri kedua Rohman.
Usaha tas Elizabeth pun berkembang dengan jumlah pembeli yang semakin banyak. Tempat usaha yang tadinya rumah berubah menjadi toko yang semakin besar. Kondisi itu juga berpengaruh terhadap penjualan cendol Rohman. Jumlah pelanggannya pun bertambah. Rohman mulai banyak menerima pesanan.
“Tapi Bapak enggak bisa baca tulis. Kalau ada yang pesan atau minta bon, minta tolong ditulisin, kadang-kadang pakai bon Toko Elizabeth. Dari situ, Bu Elizabeth bilang, 'Ya udah aja cendolnya kasih nama Elizabeth',” ujar Bagus sekaligus menceritakan asal mula nama Cendol Elizabeth.
Namun Rohman terpaksa memindahkan tempat usahanya dari toko Elizabeth ke rumah kontrakannya di Jalan Inhoftank Kota Bandung lantaran terbit Peraturan Walikota Bandung yang melarang berjualan di trotoar. Pindah tempat usaha ternyata tidak membuat Rohman kehilangan pelanggan. Bahkan, usaha cendol Rohman semakin berkembang hingga tempat jualan yang tadinya mengontrak berkembang menjadi restoran milik pribadi yang semakin besar.
Kini, Rohman memiliki 40 karyawan dengan omzet penjualan mencapai Rp 5 juta per hari. Jumlah itu akan meningkat dua kali lipatnya pada bulan Ramadan.
Selain menjual cendol, Rohman juga mengembangkan usahanya dengan menjual makanan khas Bandung lainnya, seperti mie kocok, batagor, baso tahu, dan es goyobod.
Rohman dibantu anak menantu dalam mengelola usahanya. Meski begitu, kakek lima cucu ini masih turun tangan dalam memproduksi cendol hasil kreasinya itu.
—Rappler.com