Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok. (Wikimedia/Permana Demak)
Pada 15 Agustus 1945, golongan pemuda yang dipimpinan Sukarni, Chairul Saleh, Wikana sepakat untuk mengamankan dwitunggal bersama Fatmawati dan Guntur ke Rengasdengklok. Golongan ini melakukan 'penculikan' agar dwitunggal menuruti keinginan para pemuda, yakni memerdekakan Indonesia.
Hingga 16 Agustus 1945 itu, tidak tercapai kesepakatan apapun. Sorenya, Ahmad Soebardjo datang dan membujuk para pemuda untuk melepaskan Bung Karno dan Hatta. Para pemuda pun akhirnya bersedia melepaskan Bung Karno dan Hatta setelah mendapat jaminan oleh Soebardjo bahwa proklamasi akan terjadi esok hari, atau 17 Agustus 1945.
Malam hari 16 Agustus 1945, rombongan berangkat ke Jakarta. Mereka bergerak menuju rumah Laksamana Maeda di Jl Meiji Dori No. 1, Jakarta.
Setibanya, tuan rumah menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi. Maeda lalu mempersilakan ketiga tokoh menemui Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer), Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindaklanjut yang akan dilakukan.
Namun, setibanya di markas Gunseikan di kawasan Gambir, mereka bertiga mendapat jawaban yang mengecewakan karena Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan, melarang segala bentuk upaya perubahan situasi yang dilakukan. Mereka diharuskan menunggu Sekutu datang terlebih dahulu.
Bung Karno, Bung Hatta, dan Soebardjo sepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi. Kemerdekaan harus segera dirancang secepatnya. Anggota PPKI yang menginap di hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan menuju rumah Maeda.