Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Museum Soeharto/ https://www.museumsoeharto.com/

Jakarta, IDN Times - Sejarawan Universitas Gadjah Mada, Sri Margana, menjelaskan peran Presiden ke-2 RI Soeharto di masa serangan umum (SU) 1 Maret 1949. Nama Soeharto sedang menjadi perbincangan karena tak masuk dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 tahun 2022.

Keppres itu diteken Presiden Joko "Jokowi" Widodo sebagai penanda 1 Maret sebagai tentang Hari Penegakkan Kedaulatan Negara yang berlatar belakang peristiwa SU 1 Maret 1949.

"Memang belakangan ini ada protes, kenapa dalam Keppres Pak Harto tidak masuk, bahkan ada yang mengatakan menghilangkan peran Soeharto, itu tidak benar," ujar Margana dalam acara webinar bertema Memahami Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara, Senin (7/3/2022).

1. Jenderal Besar Sudirman berikan izin untuk lakukan serangan umum

Ilustrasi Jenderal Sudirman (IDN Times/Arief Rahmat)

Margana menjelaskan, ada banyak pihak yang terlibat dalam merancang serangan umum 1 Maret. Mulanya, Wali Kota Yogyakarta, Soedarisman Poerwokusumo pada 21 Februari 1949 dipanggil Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk membicarakan serangan umum di Kepatihan pada 28 Februari 1949.

Namun, Belanda menggerebek Kepatihan pada 22 Februari. Akibatnya, serangan mundur menjadi 1 Maret 1949.

Saat itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX meminta Letkol Soeharto untuk menjemput Jenderal Besar Soedirman ketika baru tiba di Yogyakarta. Singkat cerita, Jenderal Besar Soedirman juga memberikan restu untuk melakukan serangan 1 Maret 1949. Setelah itu, Soedarisman bersama Lettu Marsudi menetukan rumah-rumah yang akan ditempati para prajurit sebagai dapur umum.

2. Ada peran Kolonel Bambang Sugeng dan Kolonel Gatot Subroto

Editorial Team

Tonton lebih seru di