Menteri Kesehatan Terawan di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa 11 Februari 2020 (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)
Sementara, klaim pemerintah yang hingga saat ini menyebut Indonesia masih bebas corona semakin diragukan oleh dunia internasional. Apalagi lalu lintas manusia dari Indonesia ke Tiongkok dan sebaliknya cukup tinggi.
Keraguan itu sempat diungkap oleh peneliti Harvard T.H. Chan School of Public Health yang menyebut sesungguhnya virus corona sudah masuk ke Indonesia, namun hingga kini belum terdeteksi.
Pakar Epidemiologi atau risiko pengendalian wabah penyakit, Marc Lipsitch, menyatakan data yang diperoleh dari Tiongkok, sebagai pusat penyebaran virus corona diyakini tidak menggambarkan jumlah keseluruhan kasus yang sesungguhnya di dunia. Lipsitch mengatakan tujuan penelitian itu adalah untuk melihat apakah kasus virus corona yang sudah terdeteksi di suatu negara benar-benar mewakili jumlah kasus yang sebenarnya. Ia memaparkan penelitiannya dengan cara menghitung hubungan statistik antara jumlah pengunjung sebuah negara dengan jumlah kasus yang terdeteksi dengan perkiraan 95 persen interval prediksi (PI).
Dari model perhitungan itu, Lipsitch memaparkan didapatkan rata-rata secara internasional yakni ada 14 pengunjung per hari ke sebuah negara.
"Dengan standar perhitungan tersebut Indonesia dapat diduga sudah memiliki lima kasus. Sementara nyatanya, Indonesia tidak memiliki kasus sama sekali," ungkap Lipsitch dalam sebuah video yang diunggah ke akun media sosial pada (14/2) lalu.
Namun, menurut Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, hasil penelitian itu tidak akurat. Ketika dikonfirmasi oleh media di Istana Kepresidenan Bogor pada (11/2) lalu, ia mengatakan hasil penelitian itu hanya mengada-ada.
"Ya menurut saya kecurigaan itu mengada-ada," tutur dia.
Terawan bahkan menantang Lipsitch untuk datang ke Indonesia dan melihat sendiri alat pendeteksi virus corona yang dimiliki oleh Indonesia.
"Ya (peneliti) Harvard suruh ke sini. Saya buka pintunya untuk melihat," ungkapnya lagi.