Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen tiba untuk konferensi tingkat tinggi Uni Eropa pertama setelah penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di Brussels, Belgia, Sabtu (18/7/2020) (ANTARA FOTO/Olivier Matthys/Pool via REUTERS)
Penutupan perbatasan menjadi upaya yang ditempuh oleh pemerintah Selandia Baru untuk mengontrol kasus COVID-19. Hal tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, sejumlah negara yang berada di kawasan Pasifik Selatan sempat melaporkan adanya kasus kematian hingga 850 jiwa selama pandemik.
Isolasi yang dilakukan oleh Selandia Baru juga mau tidak mau akhirnya berdampak terhadap sejumlah sektor, khususnya pariwisata. Terlebih, penutupan perbatasan berdampak kepada terdamparnya warga Selandia Baru yang sedang berada di luar negeri.
"Saya rasa tidak sedikit warga Selandia Baru yang tidak sabar untuk kembali mampu keluar dari negaranya dan berwisata. Pemerintah juga tidak sabar untuk menyambut wisatawan dari luar masuk ke Selandia Baru," ujar Michael Plank, pakar statistik dari University of Canterbury.
Plank menuturkan jika COVID-19 masih menjadi momok di sektor kesehatan. Namun, langkah menutup sebuah perbatasan tidak lagi relevan. Terlebih, tingkat vaksinasi COVID-19 kepada masyarakat kini sudah tinggi dan kekebalan kelompok sudah terbentuk.