Pekerjaan yang cukup melelahkan ini rupanya diperlombakan namun tidak membuahkan hasil. Dinda harus menerima kekalahan lomba mural untuk menyambut ajang olahraga Asian Games 2018.
Tapi itu tidak membuat Dinda patah hati, karena ini hanya bagian dari dukungan untuk Asian Games 2018. Bagi anak pasangan Amalia Wijayanti dan Juni Murni Setiyono itu, menang kalah sudah biasa. Karena sejak kecil ia sudah terbiasa mengikuti berbagai perlombaan melukis.
"Dari kecil udah bisa ikut perlombaan, udah biasa," ujar Amalia.
Justru perlombaan mural ini menjadi pengalaman baru sekaligus pemacu semangat Dinda dalam berkarya di dunia seni. Sebab, jika mau hitungan kasar, perjungan dan hadiah yang diperoleh Dinda tidak lah sebanding.
Pertama, Dinda harus melibatkan keluarga dan teman sekolahnya beberapa hari, yang otomatis memakan biaya yang tidak sedikit selama proses menyelesaikan mural. Sementara, panitia memberikan akomodasi Rp1 juta kepada setiap tim dan peralatan seperti cat dan dastang atau rangka besi.
"Dinda dari panitia cuma dikasih Rp1 juta untuk tim selama empat hari," ujar Amalia.
Banyak pengalaman menarik yang menjadi pelajaran Dinda. Mulai tidur di jalanan, bermalam di antara tumpukan kertas di kantor percetakan milik teman ibundanya, sampai harus mencari-cari tempat buang hajat yang sulit didapat.
"Ini pengalaman berharga, bisa menjadi militan, bisa tidur di jalanan. Kita numpang nginep di kantornya mas Deskam, kantor percetakan, kita tidur di antara tumpukan kertas. Belum lagi cari-cari toilet buat buang air karena panitia gak nyediain, giliran sudah dapat di kantor polisi, malah mampet," kenang Amalia.
Ada yang membuat Dinda merasa bangga saat terlibat dalam pembuatan mural Asian Games 2018. Di antara ratusan seniman mural, dia salah satu yang terpilih untuk menghias tiang tol mulai pintu tol Rawamangun sampai pintu tol Pulomas. Semuanya ada 200 seniman yang terpilih untuk menghias 73 tiang tol.
Sejak awal, Dinda juga sangat bersemangat mengikuti perlombaan ini. Dia mengirimkan desain bertema Asian Games 2018 kepada panitia, hingga akhirnya ia terpilih.
"Dia membuat dua desain sendiri pakai komputer, terus dikirim ke panitia. Alhamdulillah, terpilih," ujar Amalia, yang harus mongawal Dinda hingga pengerjaan mural selesai.
Namun, panitia mensyaratkan satu tim ada empat orang, karena itu, bocah kelahiran Blora 21 Februari 2005 itu mengajak tiga teman sekolahnya untuk mengerjakan mural. Dinda akhirnya mendapat lokasi mural persis di tiang tol perempatan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.
Di sisi lain, selama proses pengerjaan mural, Dinda juga harus dikawal sang ibundanya. Karena bagaimana pun bocah 13 tahun itu masih membutuhkan pengawasan dari orangtuanya.
"Aku terus ngawal dia, siang malem. Dinda itu suka muncul gilanya kalau lagi ngelukis. Suka lupa waktu. Di rumah aja kalau lagi libur, suka begadang melukis sampai pagi," ujar Amalia.
Satu hal yang membuat Dinda bersemangat mengikuti ajang perlombaan ini, karena dia ingin terlibat langsung untuk mendukung dan menyukseskan Asian Games 2018 dengan cara tersendiri.
"Ya pastinya rasa bangga bisa ikut terlibat meramaikan acara Asian Games dengan cara berbeda, dan mudah-mudahan coretan Dinda bisa memperindah Jakarta," tutur Amalia.