Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (15/12/2021) (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Jakarta, IDN Times - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan putusan atas sembilan hakim konstitusi dan satu di antaranya yakni Anwar Usman, divonis melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim kategori berat.

Sanksi untuk Anwar Usman adalah diberhentikan dari Ketua MK dan dilarang mengikuti sidang untuk jenis perkara yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Namun, SETARA Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK.

"Untuk memulihkan marwah mahkamah, SETARA Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK, sehingga tidak lagi membebani mahkamah," kata Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani dalam keterangannya, Rabu (8/11/2023).

1. Putusan ini hanya jadi obat penawar sesaat

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang disebut akan menikahi adik Presiden Joko "Jokowi" Widodo Idayati pada Mei 2022 mendatang (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Putusan MKMK ini tetap kontributif menjaga integritas kelembagaan MK, sekalipun gagal memulihkan kematian demokrasi yang diproduksi melalui Putusan 90/PUU-XXI/2023.

Namun, Ismail mengungkapkan putusan MKMK menjadi opium dan obat penawar sesaat atas amarah publik yang kecewa dan marah dengan Putusan 90/PUU-XXI/2023, yang menjadi puncak kejahatan konstitusi (constitutional evil) dan matinya demokrasi di Indonesia.

2. Demokrasi yang jadi vetokrasi

Editorial Team

Tonton lebih seru di