Jakarta, IDN Times - Terpidana kasus mega korupsi KTP Elektronik, Setya Novanto, mengaku kesulitan membayar uang pengganti senilai US$ 7,3 juta atau setara Rp 106 miliar. Sementara, pada Kamis (13/9), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru mengeksekusi uang senilai Rp 1,11 miliar sebagai bentuk pembayaran cicilan ketiga.
Saking merasa kesulitannya, ia meminta agar kurs yang digunakan adalah tahun 2011 ketika peristiwa tindak kejahatan itu terjadi. Pada saat itu, kursnya tidak semahal sekarang yang per dollarnya mencapai Rp 14.681.
Komentar itu disampaikan oleh Novanto ketika menjadi saksi persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (18/9). Ia menjadi saksi bagi terdakwa keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi dan sahabatnya, Made Oka Masagung.
"Saya kirim surat kepada KPK karena uang pengganti itu yang harus dibayar adalah USD, waktu dulu tidak tertera kurs (dollar ke rupiah) berapa. Saya minta jaksa KPK (agar menggunakan) USD yang lama," ujar Novanto di ruang sidang kemarin.
Hakim Yanto yang memimpin jalannya persidangan kemarin meminta agar mantan Ketua DPR itu berkoordinasi dengan jaksa KPK. Ia pun mengaku heran, mengapa permintaan itu baru disampaikan sekarang.
"Kenapa waktu diperiksa (sebagai) terdakwa enggak ngomong seperti ini? Begitu di sini diharapkan terbuka dan jujur, kok malah begini? Makanya permohonan Anda langsung ke KPK saja," ujar Hakim Yanto.
Lalu, bagaimana cara Novanto melunasi uang pengganti tersebut?