Ilustrasi tidak enak badan. (IDN Times/Mardya Shakti)
Dikutip dari buku Ramadan Bertabur Berkah karya Abu Utsman Kharisman, mukmin yang diperbolehkan tidak berpuasa adalah seorang mukmin yang sakit dan apabila berpuasa akan semakin parah penyakitnya.
Namun apabila seorang mukmin sakit pada saat Ramadan tapi tidak lama kemudian sembuh dan dinyatakan sehat, ia harus tetap mengganti atau meng-qadha' puasanya di luar Ramadan. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT;
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya: “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
Kondisi seseorang yang sakit parah justru hukumnya haram melaksanakan ibadah puasa, karena dengan begitu berarti ia telah menyiksa dirinya sendiri, hal ini dibenci Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya;
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185)