Menurut JPU Ahmad Burhanuddin, sejak awal Novanto sudah menyadari apa yang ia lakukan melanggar hukum. Sebagai Ketua Fraksi Golkar, mantan Ketua DPR itu menggunakan kewenangannya untuk mempengaruhi proses perencanaan dan pengadaan proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
"Menyadari hal itu merupakan perbuatan melanggar hukum, terdakwa juga menyampaikan untuk mengantisipasi agar tidak diperiksa penegak hukum, maka terdakwa akan meminta bantuan Partai Demokrat," ujar Burhanuddin di ruang sidang.
Selain itu, Novanto juga menyiapkan dana sebesar Rp 20 miliar. Tujuannya, untuk diberikan ke aparat penegak hukum di lembaga antirasuah.
"Kalau gue dikejar ama KPK, ongkos gue Rp20 miliar," ucap Novanto dalam rekaman yang diperdengarkan pada sidang pekan lalu.
Informasi ini diperoleh dari sadapan pembicaraan antara Novanto, Andi Agustinus dan Johannes Marliem.
Namun, Novanto membantah kesimpulan yang diambil JPU dalam sidang pemberian keterangan terdakwa pada pekan lalu. Ia mengatakan uang sebesar itu akan digunakan untuk membayar fee pengacara.
Sementara, Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Syarifuddin Hasan sebelumnya pernah angkat bicara perihal tudingan itu. Dia membantah SBY telah melakukan penyimpangan. Menurut dia, e-KTP masuk ke dalam proyek nasional yang harus dikerjakan.
"Harus disadari bahwa itu adalah proyek nasional, yang tidak boleh adalah itu dikorupsi," jelasnya, kepada IDN Times, Jumat (26/1).