Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Tiga capres yang berlaga di pemilu 2024. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Hampir dua minggu terakhir ini, ketiga pasangan kandidat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sibuk blusukan ke berbagai daerah untuk menjual gagasan dan visi-misi mereka demi memenangkan pemilu 2024.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan masa kampanye pemilu 2024 dimulai pada 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024. Sementara tanggal 11-13 Februari 2024 merupakan masa tenang sebelum pencoblosan pada 14 Februari 2024 nanti.

Founder Big Data Evello, Dudy Rudianto mengatakan pelaksanaan Pilpres 2024 kali ini sangat menarik karena berbeda dengan dua gelaran pilpres sebelumnya. 

Ada sejumlah alasan, salah satunya pertumbuhan pengguna internet di Indonesia mencapai 77 persen dari total populasi yang ada. Keberadaan media sosial menjadi penting bagi masing-masing kandidat untuk mencuri suara.

Bagi pengguna media sosial yang baru melek politik, pilpres kali ini menghasilkan dinamika yang berbeda. Belum lagi, hadirnya platform TikTok semakin menambah dinamika tersendiri di ruang digital menjelang Pemilu 2024.

Munculnya tiga pasang kandidat para Pemilu 2024 juga menambah meriahnya pesta demokrasi lima tahunan kali ini.

Dalam wawancara khusus bersama Founder Big Data Evello Dudy Rudianto, IDN Times ingin menangkap bagaimana kampanye yang digunakan masing-masing ketiga kandidat di jejaring media sosial.

Termasuk mengetahui strategi yang digunakan untuk mencuri suara kalangan pemilih pemula di media sosial. Serta berapa jumlah dana yang mereka gelontorkan untuk beriklan di platform media sosial.

Bagaimana hasil monitoring Evello terkait kampanye jelang Pilpres 2024?

Tiga Capres yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo diundang Presiden Jokowi makan siang di Istana Negara, Senin (30/10/2023) (IDN Times/Muhammad Ilman Na'fian)

Pilpres 2024 berbeda dengan Pilpres 2019. Ada empat alasan mengapa kami mengungkapkan seperti itu. Pertama adalah naiknya pengguna internet hingga 77 persen dari jumlah populasi. Kedua, DNA Pilpres 2014 dan 2019 sudah tidak berlaku lagi di Pilpres 2024. 

Mengapa? karena Pilpres ketiga dari 2014 ini ada tiga pasang kandidat. Bagi pengguna media sosial yang baru melek terhadap politik, pilpres kali ini menghasilkan dinamika yang berbeda.

Ada tiga media sosial yang penggunanya naik lebih dari 100 juta yaitu Facebook, YouTube dan TikTok. Sementara Twitter yang selama ini paling kecil penggunaannya juga menembus angka 40 juta dengan konten bot yang menurun drastis. 

Pada Pilpres 2024 ini kita diuntungkan karena moderasi media sosial jauh lebih baik dari media sosial yang digunakan oleh pelaku politik di pemilu 2014 dan 2019 walaupun keramaian Pilpres 2024 limakali lebih banyak dibandingkan 2019, kami justru menemukan sejumlah fakta bahwa jumlah hoaks menurun 4,5 persen dibandingkan sebelumnya.

Hal itu terjadi karena hari ini moderasi media sosialnya lebih baik. Kemudian literasi pengguna media sosial yang sehari-hari menggunakan media sosial ternyata lebih kebal terhadap hoaks. 

Kemudian, perilaku masyarakat setelah pandemik COVID-19 terbiasa menyaring informasi. Kita dua tahun terakhir ini telah di bombardir ratusan berita dan jutaan konten tentang COVID-19. Akhirnya masyarakat punya mekanisme sendiri untuk menyaring mana informasi yang benar dan relevan.

Dampak dari itu semua kita sekarang tidak lagi mengkonsumsi berita secara serampangan atau mengonsumsi hoaks sehingga Pilpres 2024 ini kita punya nuansa baru.

Artinya polarisasi di media sosial menurun bila dibandingkan pemilu 2019?

Editorial Team

Tonton lebih seru di