Ilustrasi etnis Uighur di Xinjiang (IDN Times/Uni Lubis)
Beberapa ormas Islam di Indonesia sempat menjadi sorotan karena dinilai tidak mendukung Muslim Uighur. Namun, ormas Islam di Indonesia membantah sikapnya yang melunak setelah menerima undangan dari Pemerintah Tiongkok, untuk berkunjung ke Provinsi Xinjiang pada 17-24 Februari 2019.
Dalam kunjungan itu, mereka justru sempat mempertanyakan mengapa umat Muslim Uighur di Xinjiang tidak bebas melakukan salat. Bahkan, mereka dilarang membaca dan harus makan apa yang disediakan Pemerintah Tiongkok.
Ini merupakan kesaksian dari Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi, yang ikut berkunjung ke Xinjiang atas undangan Kedutaan Tiongkok di Indonesia. Muhyiddin berkunjung bersama 14 orang lainnya serta tiga jurnalis dan Ketua Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah Mohammad Ziyad.
Perjalanan dimulai dengan mampir lebih dulu ke Ibu Kota Beijing. Di sana, Muhyiddin bersama rombongan sempat diterima Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok.
"Secara ringkas Dubes menjelaskan mengenai daerah Xinjiang yang nama resminya adalah Xinjiang Uighur Autonomy Region (XUAR). Jumlah umat Muslim di Xinjiang mencapai sekitar 22,8 juta orang. Sisanya adalah warga non-Muslim dan ada beberapa suku lain seperti Kazan dan Han," ujar Muhyiddin ketika memberikan keterangan pers di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (16/12).
Sejak awal, Muhyiddin dan rekan-rekannya memang telah melihat keganjilan ketika berada di Xinjiang. Gerak-gerik mereka diperhatikan otoritas Tiongkok. Bahkan, ketika seorang jurnalis menggunakan trik agar bisa leluasa keluar dengan alasan ingin membeli rokok, tetap dicegah.
"Otoritas yang mendampingi kami sempat menghadang wartawan dan bertanya, Where are you going? Saat dijelaskan mau membeli rokok, mereka mencegah dan mengatakan bahwa mereka sudah menyediakan rokok sendiri," tutur dia.
Keganjilan lain yang dirasakan Muhyiddin yakni ketika meminta Wakil Ketua Asosiasi Islam China (CIA), agar diantarkan ke masjid terdekat untuk menunaikan salat subuh. Mereka menolak, dengan alasan jarak ke masjid terlalu jauh. Selain itu, suhu udara di luar sudah mencapai minus 17 derajat Celsius.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb