Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Dalam petitumnya, Havidz memohon MK mengubah ketentuan usia pensiun profesor dari 70 tahun menjadi 80 tahun, dengan syarat sehat fisik dan mental. Hal ini, katanya, dapat mendukung kualitas akreditasi dan pembukaan program studi baru. Soal anggaran, ia menegaskan bahwa pengaturannya bisa diturunkan melalui peraturan menteri.
Havidz menyebut, pendidikan tinggi di Indonesia seharusnya memberikan dukungan kepada para dosen dan guru besar yang memberikan pengajaran dan ilmu pengetahuannya kepada para mahasiswa. Namun adanya aturan yang tumpang tindih sebagaimana terlihat pada Peraturan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 26 Tahun 2015 tentang Registrasi Pendidik pada Perguruan Tinggi.
Pada Pasal 6 ayat 4 disebutkan bahwa Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK) diberikan kepada selain dosen purnatugas berlaku sampai dengan dosen tersebut mencapai usia 70 tahun untuk profesor dan 65 tahun untuk dosen selain profesor. Kemudian bagi dosen yang purnatugas, berlaku sampai batas usia 79 tahun dengan jabatan akademik terakhir adalah profesor dan 70 tahun bagi dosen dengan jabatan akademik terakhir selain profesor.
Pemohon telah dikontrak dengan Surat Perjanjian Kerja akan berakhir pada 31 Juli 2032. Dalam hal ini, Surat Perjanjian Kerja tersebut mengacu pada Permenristekdikti Nomor 2 Tahun 2016, bahwa seorang profesor dapat mengabdi sampai dengan umur 79 tahun. Sementara pada UU Guru dan Dosen, pemberdayaan dosen dengan pangkat akademik tertinggi profesor hanya sampai dengan batas waktu 70 tahun. Fakta demikian, dinilai tak hanya merugikan Pemohon sebagai dosen, tetapi juga merugikan bangsa, negara, dan rakyat yang membutuhkan seorang profesor yang berkualitas.
Adanya dualisme ketentuan yang sangat berbeda dalam praktik di tingkat Perguruan Tinggi, khususnya dosen dalam melihat dari pada ayat 8 bagi dosen yang purnatugas, sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diberikan dalam rentang usia 70 tahun – 78 tahun yang purnatugas dengan jabatan akademik terakhir adalah profesor. Sementara bagi dosen purnatugas dengan jabatan akademik selain profesor ialah 65 tahun – 69 tahun.
“Berdasarkan dalil-dalil tersebut, Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 67 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah c.q Peraturan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Riset, Tehnologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 26 Tahun 2015, dan menetapkan bahwa batas usia Profesor sebagaimana diatur dalam ayat 9 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan kepentingan Dosen/Profesor yang memberikan pendidikan dan Pengajaran di Indonesia,” ucap Havidz.
Havidz menutup pernyataannya dengan pantun Melayu. Ia pun kembali menangis saat membacakan isi pantun yang membahas soal jasa guru.
"Guru memang bukan orang hebat, tetapi semua orang hebat adalah berkat jasa dari seorang guru. Mohon juga izin saya menyampaikan semangat kita yang sama di hari guru, yang bertepatan pada hari ini 24 November," tuturnya.
"Mentari pagi mulai berseri, burung berkicau penuh hormoni. Guruku guru kehidupan sejati, memberi arah hingga aku berdiri di sini," imbuhnya sembari menangis.