Sudah Beberkan Nama Penyuap, Kenapa KPK Tolak JC Bowo Sidik?

Jakarta, IDN Times - Terdakwa penerima suap dan gratifikasi dari PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Bowo Sidik Pangarso, mengaku kecewa terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hal itu karena KPK menolak mentah-mentah pengajuan statusnya sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama. Padahal, menurut Bowo, ia sudah bekerja sama dengan KPK, dengan menyebut semua nama yang memberikannya duit.
Nama-nama yang ia maksud antara lain mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, eks Dirut PT PLN Sofyan Basir, Bupati Minahasa Selatan Eugenia Tetty Paruntu, anggota DPR Muhammad Nasir, hingga mantan Ketua DPR Setya Novanto. Namun, hal itu ternyata tidak menjamin Bowo mendapat status justice collaborator untuk mengurangi ancaman bui yang dihadapinya.
Bowo menilai, status justice collaborator tidak dikabulkan karena Jaksa Penuntut Umum KPK tidak bisa membuktikan nama-nama yang disebutnya memang memberikan duit.
"Padahal, yang saya sampaikan real apa adanya. Tapi, KPK dan JPU tidak bisa membuktikan yang saya sebutkan itu. Padahal, saya sudah sebutkan sumber dana atas perintah Enggar (eks Mendag). Saya mengatakan, ada Nasir Anggita (dari Partai Demokrat). Semua orang itu tidak bisa didatangkan (ke ruang sidang)," tutur Bowo dengan nada kecewa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (6/11).
Gara-gara statusjustice collaborator (JC) dia ditolak, jaksa KPK menuntut Bowo hukuman bui yang cukup tinggi yakni tujuh tahun penjara. Tidak hanya itu, jaksa juga menuntut Bowo membayar denda Rp300 juta.
Lalu, bagaimana penjelasan KPK soal penolakan status justice collaborator Bowo?
1. Penjelasan KPK kenapa Bowo tak bisa mendapat status justice collaborator
Jaksa KPK, Ikhsan Fernandi menjelaskan, pihaknya tidak bisa menghadirkan eks Mendag Enggartiasto Lukita karena tak mendapatkan penetapan dari majelis hakim. Sebab, Enggar tidak pernah hadir ketika dipanggil KPK untuk diperiksa. Tercatat, ia mangkir tiga kali dengan alasan sedang berdinas.
"Kemarin kan diminta ada penetapan dari majelis hakim. Kalau penetapan dari hakim tidak ada, kami tidak bisa menghadirkan. Sebab, saksi itu di luar berkas (BAP)," kata Ikhsan di ruang sidang Tipikor.
Selain itu, sesuai aturan di UU Tipikor Pasal 12B dan C, jika terdakwa didakwa menerima duit di atas Rp10 juta, maka harus ia sendiri yang membuktikan.
"Sehingga, kewajiban itu tidak terletak pada kami," tutur dia lagi.
Ikhsan mengaku tidak mempermasalahkan apa pun yang disampaikan oleh mantan anggota DPR dari Komisi VII itu kepada media. Sebab, jaksa KPK memiliki argumen tersendiri.