Secara, tongkrongan Suroboyo Bus memang bikin 'ngiler' untuk dijajal. Apalagi untuk komunitas bus mania. Bus seharga Rp 2,4 miliar ini memang beda dengan bus kota yang dikelola oleh Damri atau operator swasta lain.
Secara warna, jika Bus Damri identik dengan warna biru putih, maka Suroboyo Bus warnanya dominan merah. Kaca-kacanya pun lebar-lebar. Penumpang bisa leluasa membuang pandangan ke luar jika naik Suroboyo Bus.
Secara bodi, itu karakter bus ini berlantai rendah atau low deck. Karakter bus low deck ini pula yang mungkin bikin orang penasaran. Pasalnya, bisa dikatakan selama ini belum pernah ada bus kota low deck yang beroperasi di Surabaya. Bus low deck semacam ini sebenarnya ada sih. Tapi cuma bisa dilihat di Bandara Juanda. Sebaliknya, unit Bus Damri yang baru, malah tinggi-tinggi atau high deck karena dikhususkan penumpang yang naiknya dari halte, seperti halnya Transjakarta di Jakarta.
Bus konsep low deck ini sebenarnya tujuannya mulia, yaitu untuk mengakomodasi kepentingan warga difabel untuk naik bus ini. Namun risikonya, karena low deck, bus ini (sementara) tak bisa masuk dalam Terminal Purabaya. Apa pasalnya? Ternyata untuk masuk Terminal Purabaya, harus lewat jembatan yang cukup curam untuk ukuran bus low deck.
“Bodi bus mentok ke jembatan. Makanya untuk sementara tak bisa masuk dalam Purabaya, sembari jembatan diperbaiki. Nanti kalau sudah, kita masuk dalam terminal,” kata salah seorang kru bus.
Pool Suroboyo Bus saat ini memang berada di pintu keluar untuk bus kota Terminal Purabaya. Karena tak masuk dalam terminal, penumpang mengeluhkan ruang tunggu yang tak memadai. Hanya ada satu kursi panjang yang bisa dipakai calon penumpang untuk duduk. Selebihnya harus berdiri menunggu kedatangan bus. Begitu bus datang pun, penumpang tak bisa langsung masuk karena bus masih harus dibersihkan.
Usai dibersihkan, pintu bus dibuka. Nafsiah bersama dengan dua anaknya duduk di samping pintu tengah sebelah kiri. Bus ini terdiri dari dua bagian. Bagian depan dikhususkan untuk penumpang perempuan, yang ditandai dengan kursi penumpang yang berwarna pink. Satu baris terbelakang, dikhususkan untuk penumpang lansia dan ibu hamil yang ditandai dengan kursi warna merah. Bagian depan bus ini, lantainya masih rendah.
Masuk bagian belakang bus, ternyata lantainya agak meninggi. Semakin ke belakang, semakin tinggi seperti kursi teater di bioskop. Karena posisinya agak sulit, bagian belakang bisa digunakan oleh siapa saja. Kursinya warna oranye. Kebanyakan yang duduk di bagian belakang, kaum Adam dan beberapa perempuan yang tak kebagian di kursi depan.
Masuk dalam bus, suasananya tak adem-adem banget. Jadi membayangkan bagaimana kalau kondisi penumpang penuh? Apakah tidak semakin panas? Atau jangan-jangan pendingin udara akan menyesuaikan secara otomatis jika penumpang penuh? Bahasa kerennya auto climate control.
Sebelum bus berjalan, ada suara rekaman perempuan yang mengingatkan soal peruntukan kursi berdasarkan warna. Suara rekaman itu juga mengingatkan soal larangan makan minum dan merokok dalam bus.
Setelah menunggu sekitar 40an menit, Bus Suroboyo pun berjalan. Deru mesin di bagian belakang terdengar jelas. Bus Mercedez, Karoseri Laksana ini pun berjalan pelan. Kira-kira tak lebih dari 40 km/jam menyusuri jalan frontage road A. Yani bagian barat.
Tak ada bunyi-bunyian merdu sebagai hiburan, kecuali omongan para penumpang yang masih terkagum-kagum dengan Suroboyo Bus. Sebenarnya, ada sih televisi ukuran medium yang dipasang bertolak belakang agar bisa ditonton penumpang bagian dengan dan belakang. Namun isinya hanya sosialisasi penggunaan limbah botol untuk ditukar dengan tiket bus. Itu pun, hanya gambar. Suaranya entah kemana. Gambarnya pun diganggu oleh kotak peringatan dari Window. “Your Windows license will expire soon”