Jakarta, IDN Times - Lembaga survei Indikator Politik Indonesia (IPI) pada Rabu (13/10/2021) merilis mayoritas responden kaum elite menolak bila jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode. Hal itu diumumkan oleh IPI yang bekerja sama dengan Partai Nasional Demokrat. IPI melakukan survei pada periode 2-7 September 2021 lalu.
Angka responden kaum elite yang menolak jabatan presiden jadi tiga periode mencapai 94,6 persen. Sementara, kaum elite yang setuju jabatan presiden menjadi tiga periode hanya 4,8 persen.
Ini seolah menjadi gambaran bagi pihak yang masih mendorong agar Presiden Joko "Jokowi" Widodo menambah masa jabatannya hingga 2029 atau tiga periode. Bila melihat demografi kaum elite, maka responden yang berasal dari akademisi, LSM, media massa, pusat studi (think tank), tokoh ormas/agama/budaya lebih dari 90 persen menolak jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode.
Sementara, responden publik atau masyarakat umum juga mayoritas (71,3 persen) menolak bila jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode. Namun, penolakan datang lebih tinggi dari kaum elite dibandingkan masyarakat umum.
Direktur eksekutif IPI, Burhanudin Muhtadi sengaja membagi respondennya menjadi dua kelompok yakni masyarakat umum dan elite yang mampu membentuk opini. Responden masyarakat umum berjumlah 1.220 orang dan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Proses survei dilakukan dengan tatap muka dan menggunakan protokol kesehatan yang ketat.
Responden kaum elite mengikuti survei dengan dua metode yakni tatap muka dan secara virtual. Jumlah responden dari kelompok elite mencapai 313 orang. Mayoritas namanya pun bersedia diungkap ke publik agar bisa menjadi pembelajaran bagi kelompok pemilih. Responden elite yang disurvei tersebar di 16 wilayah.
Sementara, ketika ditanyakan kepada kaum elite yang setuju jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode, ada satu nama yang didukung maju lagi. Siapa nama tokoh tersebut?