Survei: Publik Lebih Pilih AHY Ketimbang Moeldoko pada Pilpres 2024

Jakarta, IDN Times - Pasca-terjadi Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang pada 5 Maret 2021, tak membuat publik bersimpati dan memilih Moeldoko sebagai capres pada pemilu 2024. Justru nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang ada dalam benak publik sebagai capres pilihan mereka.
Itu merupakan bagian dari hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia Political Opinion (IPO) yang dirilis baru-baru ini, dengan tema "Refleksi Penanganan Pandemik dan Dampak Konstelasi Politik 2024."
Direktur eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah Putra mengatakan, survei itu dilakukan kepada 1.200 responden yang tersebar proporsional secara nasional. Survei yang dilakukan pada 10 Maret - 22 Maret 2021 itu menggunakan teknik Multistage Random Sampling (MRS) atau pengambilan sampel acak bertingkat.
Hasilnya, AHY ada di posisi kelima pilihan responden dari 20 nama capres yang ada. Ada 7,1 persen dari 1.200 responden memilih AHY. Sedangkan, Moeldoko ada di posisi paling buncit dengan persentase 0,0 persen.
Hasil survei ini jauh dari perkiraan Moeldoko yang semula ingin menggunakan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya pada 2024. Apakah aksi kudeta yang dilakukan Moeldoko pada Partai Demokrat malah membuat publik tak bersimpati?
1. Moeldoko populer di publik tapi tak punya elektabilitas
Menurut Dedi, dari 20 nama potensial yang mungkin dikenali dan direspons, hasilnya Moeldoko belum mendapat respons elektabilitas. Meski ia memiliki ketertarikan pada politik praktis, tapi publik tak menyambut positif.
"Dari sisi penilaian publik, langkah Moeldoko tidak tepat. Tapi, mungkin Moeldoko tidak terpikir sampai ke arah sana. Ia sangat mungkin melihat keberhasilan hanya dengan mengambil alih Partai Demokrat," ungkap Dedi melalui pesan pendek kepada IDN Times, Senin (12/4/2021).
Moeldoko yang masih menjabat sebagai KSP, melupakan respons publik yang bisa saja justru berbalik memusuhi cara yang ia gunakan.
"Ini jelas berimbas pada empati publik, sementara politik praktis memerlukan ingin untuk membangun reputasi," kata Dedi.
Di sisi lain, Dedi melanjutkan, AHY berhasil memanfaatkan konflik itu untuk meningkatkan empati dan simpati publik. Hal tersebut, kata dia, benar adanya dari perolehan elektabilitas.