Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) yang dinilai oleh responden Indikator Politik Indonesia (IPI) dinilai menteri dengan kinerja paling baik (Dokumentasi IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Tri Rismaharini dan Sri Mulyani dianggap sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju dengan kinerja paling baik. Hal itu terungkap dari hasil survei nasional yang dilakukan Indikator Politik Indonesia (IPI) pada periode 2-6 November 2021. 

Survei yang dilakukan secara tatap muka itu melibatkan 2.020 responden di seluruh wilayah Indonesia. Pemilihan sampel responden dilakukan dengan metode multistage random sampling.

Para responden berusia 17 tahun dan di atasnya. Tingkat kepercayaan terhadap hasil survei tersebut mencapai 95 persen. Sedangkan, toleransi kesalahan terhadap hasil survei mencapai 2,9 persen.

Berdasarkan responden yang ditanya oleh IPI, sebanyak 12,5 persen memilih Risma sebagai menteri dengan kinerja paling baik. Sedangkan, di bawah Risma, terdapat Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan 12,3 persen dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dengan perolehan suara 9,2 persen. Persentase yang diraih Prabowo sama seperti Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno yakni 9,2 persen. 

Seperti yang diketahui sebelum Sandi dan Prabowo bergabung di dalam Kabinet Indonesia Maju, keduanya adalah pasangan calon presiden pada pilpres 2019 lalu. Direktur Eksekutif IPI, Burhanudin Muhtadi, mengatakan Risma bisa dipilih sebagai menteri dengan kinerja yang terbaik diduga lantaran saat survei dilakukan, peristiwa protes dari komunitas tuli belum terjadi. 

"Ini merupakan jawaban spontan dan kami tidak memberikan jawaban berupa pilihan. Survei ini dilakukan sebelum ada peristiwa (Risma) dengan isu disabilitas yang diminta untuk bicara. Tapi, kami juga tidak tahu bila survei dilakukan usai isu tersebut apakah ada dampak," ujar Burhanudin ketika memberikan pemaparan soal hasil survei melalui YouTube pada Minggu, 5 Desember 2021. 

Namun, di sisi lain, temuan survei ini menandakan publik mengapresiasi tinggi menteri perempuan secara spontan. Burhanudin menganalisa Risma dipilih publik bisa jadi karena dianggap cekatan dalam menjalankan tugas. Sementara, Sri Mulyani diapresiasi karena meski ada turbulensi kesehatan dan keuangan, ia masih maksimal dalam bertugas. 

"Bu Sri juga dinilai luar bisa dalam memimpin Satgas BLBI," katanya. 

Sementara, berdasarkan hasil survei itu, Arifin Tasrif (Menteri ESDM) dan Yasonna Laoly (Menkum HAM) dianggap publik sebagai menteri dengan kinerja paling buruk.

Lalu, bagaimana dengan tren kinerja pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo dalam memimpin penanganan COVID-19? Apakah juga diapresiasi secara positif?

1. Presiden Jokowi dianggap berhasil menangani pandemik COVID-19

Hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) periode 2-6 November 2021 (Tangkapan layar YouTube)

Sementara, berdasarkan hasil tren kinerja pemerintahan Jokowi dalam menangani pandemik COVID-19, menunjukkan perbaikan. Bila pada Juli 2021, responden yang menyatakan percaya pemerintah sukses tangani COVID-19 55,5 persen. Maka, memasuki November 2021, jumlah responden yang berpendapat demikian melonjak menjadi 66,1 persen. 

Hal itu seiring sejalan dengan jumlah yang menyatakan tidak puas terhadap kinerja pemerintah menangani COVID-19. Bila pada Juli 2021, jumlah responden yang menyatakan tidak puas mencapai 30,1 persen. Kemudian, pada November 2021, jumlah responden yang tak puas turun menjadi 17,5 persen. 

Temuan lain yang menarik soal penanganan pandemik yakni mayoritas responden IPI tahu bahwa kasus harian COVID-19 kini sudah menurun. Sebanyak 83,3 persen pun percaya kasus harian sudah benar-benar turun. Mengutip data dari Satgas Penanganan COVID-19 per 5 Desember 2021, jumlah kasus baru mencapai 196 kasus. Angka ini jelas jauh menurun dibandingkan Juli 2021 lalu yang pernah menembus 50 ribuan kasus harian. 

Publik pun juga tahu kasus kematian harian akibat COVID-19 telah turun. Mereka pun juga percaya kasus kematian harian memang turun. Angkanya mencapai 82,8 persen. 

2. Publik anggap kasus harian COVID-19 bisa turun karena program PPKM

Petugas kepolisian memegang papan imbauan saat Operasi Yustisi penerapan protokol kesehatan di Jalan Jhon Aryo Katili di Kota Gorontalo, Gorontalo, Senin (14/9/2020). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin

Selain itu, sebanyak 77,9 persen responden mengaku cukup puas dengan penerapan protokol kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebanyak 11,9 persen lainnya mengaku sangat puas. Sedangkan, responden yang mengaku kurang puas hanya 6,9 persen. 

Temuan lainnya yang menarik yaitu 69,3 persen responden mengaku percaya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berhasil mencegah penularan COVID-19. Sedangkan, yang mengatakan sangat percaya mencapai 7,9 persen. 

Jawaban positif juga diperoleh dari responden ketika ditanya apakah percaya PPKM bisa mengurangi jumlah angka kematian akibat COVID-19. Sebanyak 7,2 persen mengaku sangat percaya. Sedangkan, 67,5 persen percaya PPKM mengurangi jumlah angka kematian akibat COVID-19. 

3. Mayoritas responden menolak bila PPKM diperpanjang

Hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) periode 2-6 November 2021 (Tangkapan layar YouTube IPI)
Deretan aturan PPKM level 3 saat libur Natal 2021 dan pergantian tahun baru 2022 (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, bila dilihat trennya, responden justru menolak bila PPKM kembali diperpanjang untuk mencegah penularan COVID-19. Pada September 2021, jumlah responden yang menyatakan kurang setuju mencapai 50,1 persen. Sementara, yang menyatakan sama sekali tidak setuju mencapai 14,2 persen. 

Kemudian, yang menyatakan kurang setuju di bulan November mencapai 35 persen. Sementara, yang menyatakan tidak setuju sama sekali PPKM diperpanjang mencapai 29,3 persen.

"Salah satunya ini didorong faktor ekonomi. Ini merupakan sebuah kebijakan dilema karena bila presiden ingin mengikuti kebijakan populis maka ia tidak akan memperpanjang PPKM," kata Burhanuddin. 

Namun, di sisi lain, pemerintah menyadari perang terhadap COVID-19 belum selesai. Sehingga, kata dia, pemerintah mengambil kebijakan yang bertentangan dengan aspirasi di akar rumput dan tetap memberlakukan PPKM. 

Editorial Team