Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh (Dok. Sagas COVID-19)
Perlu diketahui, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, pihaknya telah selesai melakukan kajian terhadap vaksin COVID-19 AstraZeneca. MUI menyatakan vaksin asal Inggris tersebut haram.
“Produk AstraZeneca ini haram karena proses produksinya memanfaatkan bahan dari Babi. Walaupun demikian, penggunaan vaksin COVID-19 untuk produk AstraZeneca pada saat ini hukumnya dibolehkan,” kata Asrorun dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 19 Maret 2021.
Menanggapi fatwa tersebut, perusahaan farmasi AstraZeneca membantah vaksin COVID-19 yang mereka produksi mengandung produk turunan dari babi. Pernyataan itu sekaligus menepis pernyataan yang disampaikan MUI bahwa vaksin AstraZeneca mengandung enzim tripsin babi sehingga dinyatakan haram.
"Penting untuk dicatat bahwa vaksin COVID-19 AstraZeneca, merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk berasal dari hewan, seperti yang telah dikonfirmasi oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris," demikian bunyi keterangan tertulis dari PT AstraZeneca Indonesia, Minggu, 21 Maret 2021.
Bahkan, vaksin itu telah disetujui di lebih dari 70 negara di seluruh dunia, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair, dan Maroko. "Banyak juga Dewan Islam di seluruh dunia yang telah menyatakan sikap bahwa vaksin ini boleh digunakan untuk oleh umat Islam," kata AstraZeneca.