Terpidana M yang dieksekusi cambuk di Banda Aceh ketika bertemu sang ibu (IDN Times/Muhammad Saifullah)
Suasana haru yang dibuat keduanya hanya berlangsung singkat. Sebab petugas yang berjaga di ruang tersebut langsung memisahkan keduanya. Rendungan rasa sedih tak bisa disembunyikan oleh sang ibu. Itu terlihat dari raut wajah dan matanya yang masih tampak berkaca-kaca.
Beberapa saat kemudian, wartawan mencoba bertanya-tanya kepada wanita paruh bayah tadi mengenai terpidana M yang tak lain adalah anaknya. Sepengakuan sang ibu, anak yang selama ini bekerja di jasa pencucian baju (laundry) merupakan anak bersahaja dan baik.
Ia merasa apa yang terjadi pada anaknya bagaikan sebuah fitnah. Bukan tanpa sebab alasan itu dilontarkannya, karena buah hatinya ia yakini tidak mungkin melakukan hal yang dilarang oleh agama tersebut.
“Anak saya tidak ada macam-macam, anak saya tiga tahun pergi mengaji di pesantren di Montasik sejak dari tamat SD. Dia kebetulan ramai berkawan anak laki,” ungkapnya.
Wanita paruh bayah itu tak sendiri berangkat dari kampung halamannya di Kabupaten Aceh Barat. Ia bersama beberapa anggota keluarganya yang lain. Jika kasus yang mendera anaknya telah usai, wanita itu berencana membawa putranya balik ke kampung.
“Iya ini mau pulang, bawa pulang aja terus,” timpalnya.
Pelaksanaan eksekusi cambuk yang digelar Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh, pada Kamis (28/1/2021), tidak hanya mengeksekusi dua terpidana kasus liwat semata. Ada empat terpidana lainnya, di antaranya RCD dan IS untuk kasus khamar didera 40 kali cambukan, sementara RM dan RU pada kasus ikhtilat didera 17 kali cambuk dari vonis sebelumnya 20 kali.