Ilustrasi stok beras di Gudang Bulog.(IDN Times/Vadhia Lidyana)
Dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu 3 September 2025, Ombudsman mencatat kondisi cadangan beras pemerintah yang mengkhawatirkan. Dari total stok Bulog sebanyak 3,9 juta ton, terdapat lebih dari 1,2 juta ton beras berumur lebih dari 6 bulan.
"Kondisi ini berpotensi menimbulkan disposal hingga 300 ribu ton dengan taksiran kasar kerugian negara sekitar Rp4 triliun," kata anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, dilansir ANTARA, Senin (17/11/2025).
Selain itu, dia mengatakan, realisasi penyaluran Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) baru mencapai 302 ribu ton atau 20 persen dari target 1,5 juta ton, dengan rata-rata distribusi harian hanya 2.392 ton atau jauh di bawah kebutuhan harian sekitar 86.700 ton.
Yeka turut menyoroti realisasi bantuan pangan beras yang baru mencapai 360 ribu ton atau sekitar 98,62 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2024. Baik SPHP maupun bantuan pangan, belum mampu menekan harga beras yang secara umum masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Ombudsman menilai, kondisi tersebut memperbesar biaya pengelolaan di Bulog, mulai dari pengadaan gabah kualitas apa pun, penyimpanan stok hingga 4 juta ton, serta penyaluran cadangan beras pemerintah yang rendah.
"Total taksiran kasar potensi kerugian negara akibat tata kelola perberasan tersebut diperkirakan mencapai Rp3 triliun," kata dia.
Kondisi tersebut dapat membuka ruang terjadinya malaadministrasi, dengan potensi terhadap risiko disposal stok cadangan beras pemerintah, penyaluran SPHP yang tidak berkualitas, keterbatasan ketersediaan beras di ritel modern, harga beras tetap di atas HET, serta potensi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan cadangan beras pemerintah.
"Publik kini menghadapi situasi harga mahal, kualitas rendah, dan distribusi terbatas. Jika ini dibiarkan, akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pangan," ujarnya.