Jakarta, IDN Times - Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkap masyarakat semakin permisif terhadap perbuatan pemberian suap dan gratifikasi kepada orang lain. Padahal, tanpa mereka sadari, itu juga merupakan bagian dari praktik korupsi.
Dalam rilis LSI yang dilakukan pada Senin (10/12) di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, ditemukan fakta dalam survei yang dilakukan pada periode 8-24 Oktober, sebanyak 63 persen responden menilai suap dan gratifikasi memang tidak wajar. Tetapi, apabila melihat trendnya dari tahun ke tahun, publik malah semakin permisif.
Pada tahun 2017, jumlah responden yang menilai pemberian gratifikasi dan suap tidak wajar mencapai 69 persen. Sementara, pada 2018 lalu, 69 persen responden menilai hal yang serupa. Fakta lain yang mengemuka yakni adanya pemberian uang saat mengurus layanan kesehatan, kelengkapan administrasi (KTP, Kartu Keluarga, akta kelahiran), berurusan dengan polisi, universitas negeri, mencari pekerjaan di lembaga pemerintah dan berurusan dengan pihak pengadilan.
Data survei LSI, jumlah permintaan pungli dan gratifikasi terjadi ketika berurusan dengan penegah hukum di pengadilan. Angka prosentasenya mencapai 26 persen. Sementara, peringkat di bawahnya, publik memberikan uang untuk pengurusan dokumen administrasi. Jumlahnya mencapai 16 persen.
LSI melakukan survei menggunakan sampel sebanyak 2.000 responden yang dipilih secara acak dengan menggunakan metode multistage random sampling. Toleransi kesalahan mencapai 2,2 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Apa yang mendorong masyarakat bersedia untuk memberikan pungli itu?