Jakarta, IDN Times - Organisasi Institute Criminal Justice Reform (ICJR) menilai langkah untuk menikahkan tersangka pemerkosaan di bawah umur harusnya disikapi secara kritis oleh aparat penegak hukum. Hal ini disampaikan terkait kasus pemerkosaan oleh tersangka AT (21 tahun), anak anggota DPRD Bekasi.
Polres Metro Bekasi yang menangani kasus pemerkosaan tersebut, diminta menyikapi secara kritis wacana yang berkembang lantaran AT menyatakan bersedia menikahi korban yang masih berusia 15 tahun.
Menurut peneliti ICJR, Maidina Rahmawati, korban yang masih berusia 15 tahun dianggap belum mampu memberikan persetujuan meski ada narasi hubungan seksual itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Sebab, di dalam aturan tidak ada konsep persetujuan murni orang di bawah usia 18 tahun bisa memberikan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual.
"Sesuai dengan pasal 81 Perppu 1 tahun 2016 jo Pasal 76D UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain yang diganjar dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar," kata Maidina dalam keterangan tertulis pada Jumat (28/5/2021).
"Di dalam pasal itu juga tertulis perbuatan melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain juga dinyatakan sebagai tindak pidana," tutur dia lagi.
Maidina juga menjelaskan bahwa menikahkan pelaku tindak kekerasan seksual dengan korban yang masih anak-anak malah bertentangan dengan komitmen untuk mencegah perkawinan anak. Di dalam UU nomor 35 tahun 2014 pasal 26 mengenai perlindungan anak, jelas tertulis orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan anak.
Apa respons anak korban mendengar rencana pelaku yang ingin menikahinya?