Jakarta, IDN Times - Peristiwa teror yang terjadi di Gereja St. Lidwina Sleman, Yogyakarta, menambah panjang daftar aksi intoleran di kota gudeg tersebut. Betapa tidak, ini bukan kali pertama peristiwa serupa terjadi.
Pada Januari 2012 lalu, beberapa ormas menggelar aksi menuntut agar pengajian tahunan jemaah Ahmadiyah dibubarkan. Belakangan, usai melalui proses investigasi, Kementerian Agama menyatakan Ahmadiyah di Yogyakarta bukan termasuk yang dilarang berdasarkan SKB Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung. Dalam SKB, yang dilarang adalah Ahmadiyah Lahore, sedangkan yang disasar ormas ketika itu adalah Ahmadiyah Qadian.
Kemudian, ada pula ormas yang menuntut agar Gereja Baptis Indonesia Saman di Sewon, Bantul pada tahun 2015 lalu. Alasannya, gereja tersebut belum memiliki izin mendirikan bangunan. Padahal pengurusan IMB itu tersendat karena masih menunggu persetujuan dari warga sekitar.
Lalu, apa yang menyebabkan Yogyakarta menjadi kota yang semakin intoleran? Padahal, dulu Yogyakarta kerap dijuluki sebagai miniatur Indonesia. Berikut analisa Alissa Wahid yang dihubungi IDN Times: