Tiga Putusan Lengkap MKEK IDI yang Pecat Terawan Sebagai Dokter

Jakarta, IDN Times - Muktamar XXXI Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Banda Aceh pada 23-25 Maret 2022 kini menjadi sorotan. Hal itu lantaran salah satu rekomendasi yang disampaikan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI, memberhentikan eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI.
Keputusan itu dibacakan pada Jumat, 25 Maret 2022 malam di gedung Banda Aceh Convention Hall. Berdasarkan video yang dibagikan epidemiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono semalam, terungkap keputusan MKEK bersifat final dan mengikat.
"Memutuskan, menetapkan, pertama, meneruskan hasil rapat sidang khusus MKEK yang memutuskan pemberhentian permanen sejawat Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI," ujar pria yang membacakan keputusan di video itu.
Dua, pemberhentian dilakukan Pengurus Besar IDI selambat-lambatnya 28 hari kerja. Ketiga, ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. IDN Times telah meminta izin kepada Pandu untuk mengutip isi video tersebut.
Menurutnya, merujuk kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) IDI, keputusan MKEK bersifat final. "Lalu, diperkuat dengan keputusan muktamar IDI," kata pria yang akrab disapa sebagai juru wabah tersebut melalui pesan pendek, Sabtu (26/3/2022).
Lalu, apa dampaknya bila mantan Kepala Rumah Sakit Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto itu tak lagi menjadi anggota IDI?
1. Terawan kehilangan hak dan kewenangan melakukan izin praktik kedokteran usai dipecat IDI
Mengutip dokumentasi berjudul "Sejarah MKEK dan Prinsip Penetapan Sanksi Bagi Pelanggaran Etik Kedokteran" yang disampaikan dalam simposium bijak IDI Pusat, tertulis ada empat kategori sanksi yang dijatuhkan dari IDI bagi para anggotanya.
Kategori pertama bersifat murni pembinaan, kategori kedua bersifat penginsafan tanpa pemberhentian keanggotaan, kategori ketiga bersifat penginsafan dengan pemberhentian keanggotaan sementara, dan kategori keempat bersifat pemberhentian keanggotaan tetap.
Di dalam dokumen itu juga tertulis bila seorang anggota dijatuhi sanksi kategori ketiga dan keempat, maka terdapat kewenangan dan hak yang dihapuskan. Perbedaannya, untuk kategori ketiga sanksi bersifat sementara. Sedangkan, kategori keempat menunjukkan sanksi bersifat permanen.
Hilangnya hak dan kewenangan itu berimplikasi pada kehilangan hak dan kewenangan untuk melakukan praktik kedokteran. Ini bermakna seluruh rekomendasi izin praktik dicabut.
Implikasi lainnya yakni:
- Kehilangan hak dan kewenangan menjadi pengurus dan anggota IDI di seluruh organisasi di bawah IDI.
- Kehilangan hak dan kewenangan yang menyandang suatu jabatan publik yang mengisyaratkan dijabat oleh dokter aktif.
- Surat tanda registrasi dan status di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menjadi non-aktif. Kewenangan itu akan ditinjak lanjuti kemudian oleh KKI.