Jakarta, IDN Times - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan ikut berkomentar mengenai Laporan Akhir Hasil Penyelidikan (LAHP) Ombudsman mengenai maladministrasi pengusutan kasus teror air keras yang terjadi pada 11 April 2017. Salah satu rekomendasi yang disampaikan oleh Komisioner Ombudsman, Adrianus Meliala dalam keterangan persnya kemarin yakni supaya penyidik Polda Metro Jaya kembali memeriksa Novel.
Menurut Adrianus, Novel selama ini lebih banyak berbicara ke media ketimbang kepada penyidik untuk dibuatkan Berita Acara Perkara (BAP).
"Sehingga apa yang dikatakan Pak Novel bisa masuk BAP sehingga dijadikan Polri untuk bertindak, menangkap dan menahan. Itu kami harapkan bisa terealisasi dalam kurun waktu 30 hari," ujar Adrianus pada Kamis (6/12).
Saat mendengar pernyataan dari Ombudsman tersebut, Novel mengaku heran. Sejauh yang ia pahami, justru polisi tidak akan mendapatkan informasi apa pun dari dirinya. Sebab, sejak awal ia tidak melihat siapa pelaku yang menyiramkan air keras.
"Itu yang saya tidak pahami. Saya sudah memberikan keterangan yang cukup panjang (sekitar 9-10 halaman). Mestinya penyidik sudah bisa mengungkap dengan keterangan saksi-saksi dan bukti lainnya," kata Novel melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Jumat (7/12).
Sementara, tim advokasi Novel yang terdiri dari beberapa koalisi masyarakat sipil lebih keras merespons LAHP Ombudsman. Mereka mendesak agar Adrianus Meliala tidak dilibatkan dalam pemeriksaan dan pemantauan pelaksanaan rekomendasi Ombdusman.
"Kami menduga ada konflik kepentingan yang dilakukan oleh Adrianus," kata tim advokasi Novel melalui keterangan tertulis hari ini.
Lalu, apa tuntutan Novel di mana kasusnya memasuki waktu yang hampir mendekati dua tahun, tetapi tidak juga terungkap?