Tiga capres yang berlaga di pemilu 2024. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ari juga melihat skenario berikutnya untuk memuluskan jalan kemenangan satu putaran dilakukan dengan berbagai modus.
Pertama, mengerahkan kepala desa beserta aparaturnya untuk memenangkan Paslon tertentu. Di desa-desa yang minim pengawasan, kepala desa meminta warganya untuk tidak perlu datang ke TPS dengan memberi imbalan uang. Sementara kertas suaranya dicoblos semua oleh kepala desa atau perangkatnya untuk calon tertentu.
Kemudian, di kawasan yang pengawasannya relatif baik, kecurangan dilakukan dengan melakukan money politics yang dilakukan aparat desa sebelum pencoblosan.
Potensi kecurangan juga berpotensi dilakukan oleh KPPS dengan berbagai modus, misalnya memobilisasi massa yang tidak punya hak pilih untuk memilih, penggelembungan atau pengurangan suara dan sebagainya.
Kedua, melakukan pertukaran kotak yang berisi hasil pemungutan suara dengan kotak hasil suara manipulasi untuk memenangkan calon tertentu.
Ketiga, melakukan penyalahgunaan sistem IT KPU. Misalnya dengan mengupload data hasil rekapitulasi suara yang tidak riil.
Apalagi terdapat informasi adanya pembobolan DPT dari situs KPU, menunjukkan betapa rentannya sistem IT KPU. Terhadap potensi itu, kata Ari, THN Timnas AMIN sudah meminta secara resmi melalui surat kepada KPU untuk dilakukan audit independen terhadap sistem IT KPU secara terbuka yang dihadiri oleh perwakilan tiga paslon.
Keempat, penggunaan lembaga survei untuk mengumumkan quick count dan exit poll yang tidak valid untuk menenangkan calon tertentu. Sementara pada saat itu proses penghitungan suara di TPS masih berlangsung. Hal ini akan mempengaruhi psikologi saksi dan masyarakat umum.
"Mewaspadai hal tersebut, kami mengimbau kepada seluruh stakeholders di masyarakat untuk ikut mengawasi berbagai potensi kecurangan tersebut dan melaporkan kepada pihak yang berwajib serta memviralkan agar mendapat atensi publik," ucapnya.