Ilustrasi media sosial (/IDN Times/Sukma Shakti)
Sementara, Pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad mengatakan calon peserta Pilkada harus memperhatikan metode kampanye yang tidak biasa di tengah pandemik virus corona.
"Butuh orang profesional. Bagaimana supaya orang memilih tapi tidak bertemu seseorang. Khususnya pemilih potensial. Ini jumlahnya memang sedikit, tapi ini yang menentukan," kata Nyarwi, pada kesempatan yang sama.
Menggunakan influencer juga tidak selamanya efektif untuk berkampanye, karena seorang influencer memiliki segmen dan khasnya, meski pun mereka memiliki pengikut yang banyak.
Nyarwi mengingatkan secara normatif influncer punya power untuk segmen pemilih tertentu, tapi tetap harus berhati-hati dan menggunakan tim profesional yang tidak hanya mengerti secara teknis, tapi juga strategi.
"Karena tidak semua influencer nyambung dengan branding, apakah kontradiktif atau gak? Kedua, influncer kan punya segmen, fans, atau pengemar yang jelas, Kalau ke sana ya, itu bisa digunakan. Kita gak bisa digeneralisasi, daerah memang segmented. Kalau nasional mungkin kan general. Dalam kampanye influencer perlu memetakan," kata dia.
Karena itu, kata Nyarwi, melibatkan influencer di daerah mungkin perlu sosok yang memang dikenal dan dapat diterima di masyarakat setempat. Media sosial grup WhatsApp bisa menjadi pilihan, karena selain murah juga mudah menjangkau di kawasan pedesaan.
"Kalau di daerah mungkin itu perlu dicari sosok yang aktif di WA mungkin, karena influncer di daerah tidak mungkin efektif. Profesional bukan hanya segi aspek teknikal, tapi juga strategi. Misal di Makassar ada perbedaan dengan di Riau. Itu yang perlu dipertimbangkan saya rasa," kata dia.