Jakarta, IDN Times -Co-Captain Timnas AMIN, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Senin (29/1/2024) karena diduga telah mengunggah pasal palsu.
Pelapor merupakan Advokat Lingkar Nusantara (LISAN) yang berkantor di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Ketua Umum LISAN, Hendarsam Marantoko, melayangkan laporan langsung ke kantor Bawaslu dan menyertakan sejumlah barang bukti. Salah satunya adalah video berupa tangkapan layar Instastory di akun Instagram Tom Lembong soal UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 299 Ayat 1.
Instastory itu berisi bunyi Pasal 299 Ayat 1. Hasil pencarian yang diperoleh Tom, pasal tersebut berbunyi, 'Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye sepanjang tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pasangan calon-calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten.'
Padahal, isi Pasal 299 Ayat 1 tersebut tengah masuk ke dalam gugatan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya mendapatkan informasi, katanya Pak Tom Lembong ini menyebarkan hoaks. Jadi, saya cek IG (story)-nya. Laman pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, tidak ada apa-apa. Tetapi, di laman (story) keenam, weits, ini guys. Ini dia menyebarkan di dalam story-nya Pasal 299 Ayat 1. Jadi, seolah-olah bunyi pasal ini Presiden tidak boleh berkampanye bila terikat hubungan kekeluargaan. Jadi, dia ingin menyerang Pak Jokowi dengan pasal ini. Padahal, pasal ini palsu," ujar Hendarsam dikutip dalam keterangan video yang diterima IDN Times, Selasa (30/1/2024).
Ia mengatakan, pasal itu baru diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Statusnya pun belum tentu bakal disahkan.
"Sedangkan, pasal yang asli berbunyi presiden dibolehkan melakukan kampanye bila memenuhi syarat-syarat tertentu," kata pria yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Kehormatan di Partai Gerindra itu.
Hendarsam menyebut, story di akun IG Tom Lembong tersebut diunggah pada 26 Januari 2024. Melalui unggahan itu, mantan Menteri Perdagangan itu dianggap berupaya menghasut publik.