Transisi Belajar Tatap Muka, KemenPPPA: Semua Unsur Harus Kompak

Jakarta, IDN Times - Transisi pembelajaran tatap muka (PTM) dirasa memerlukan sinergitas dan kolaborasi multipihak guna memenuhi hak atas pendidikan anak-anak Indonesia di masa pasca pandemik COVID-19.
“Perlu adanya perhatian seluruh pihak untuk mendiskusikan dan memberikan proses pembelajaran yang terbaik bagi anak-anak kita, baik pada saat pandemik maupun pasca pandemik. Selain itu, perlu adaptasi yang cepat bagi guru, murid, maupun orang tua dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi,” Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Agustina Erni dalam keterangannya, Jumat (8/7/2022).
1. Kebijakan PTM dengan prokes dibarengi dengan kemampuan transisi
Erni turut menjelaskan pada awal 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah memberlakukan kebijakan pembelajaran tatap muka dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Namun dia menilai, kebijakan ini harus diimbangi dengan resiliensi atau kemampuan mengikuti transisi pembelajaran secara daring menjadi tatap muka.
“Kami melihat keputusan ini disambut baik oleh murid dan guru karena bisa bertemu dan bersosialisasi sebagaimana yang kita inginkan selama ini,” ujarnya.
2. Libatkan anak selesaikan perubahan proses belajar jadi tatap muka
Selain hak atas pendidikan, pemerintah juga harus memenuhi hak atas partisipasi anak dalam menyelesaikan berbagai isu yang ada, salah satunya perubahan proses belajar mengajar menjadi tatap muka.
“Hal ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, yaitu Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengupayakan dan membantu agar anak dapat berpartisipasi dan bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai hati nurani dan agamanya,” ujar Erni.
KemenPPPA pada Kamis 7 Juli 2022 mengisi seminar daring Rangkaian Hari Anak Nasional 2022: Merajut Resiliensi di Masa Daring dan Interaksi Antar Pelajar dan Pengajar (MERENDA PIJAR).
Webinar tersebut merupakan hasil kerjasama dan kolaborasi antara Forum Anak Nasional dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belgia dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional Tahun 2022.
3. Belajar daring buat anak jadi acuh tak acuh
Sementara, Fasilitator Sekolah Ramah Anak, Umi Mahmudah mengungkapkan pembelajaran secara daring sebabkan anak menjadi acuh tak acuh akibat tidak adanya pengawasan langsung dari guru.
Menurutnya, hal ini dapat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, Umi menilai, pembelajaran secara tatap muka akan lebih efektif dilaksanakan di masa pasca pandemik COVID-19.
“Ketika melakukan pembelajaran tatap muka, kita bisa langsung memantau aktifitas mereka, berkomunikasi secara langsung, serta mengatur perubahan perilaku anak tersebut jika melakukan sebuah kesalahan. Hal seperti ini, tidak dapat terjadi pada saat pembelajaran dilakukan secara offline,” kata Umi.
4. Anak kerap alami masalah saat belajar daring
Kemudian perwakilan pelajar Kepulauan Mentawai, Fauzril Fikry mengatakan anak mengalami berbagai kesulitan ketika menghadapi pembelajaran secara daring.
“Salah satunya koneksi internet yang kurang stabil, sehingga pada saat guru menjelaskan, pesan yang disampaikan kepada seluruh murid tidak dapat tersampaikan dengan baik,” kata Fauzril.