Jakarta, IDN Times - Beberapa hari belakangan, jagat politik Tanah Air menjadi ramai dengan perbincangan seputar masyarakat Arab. Eks kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono mengeluarkan pernyataan agar WNI keturunan Arab tidak menjadi provokator. Dia juga menyebutkan beberapa nama, yang menurutnya merupakan provokator yang meneriakkan revolusi.
Nama-nama tersebut adalah pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Yusuf Martak. Keduanya adalah tokoh yang belakangan sangat vokal mengkritisi pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo, dan menyatakan diri bergabung dengan kelompok oposisi yang mendukung pencalonan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Pernyataan bernada rasialis tersebut mendapat tanggapan dari banyak tokoh politik, khususnya pendukung Prabowo-Sandiaga. Bahkan, Prabowo menggelar jumpa pers di kediamannya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Rabu (8/5).
Dalam jumpa pers tersebut, Prabowo menyebutkan pernyataan Hendorpriyono yang menyinggung keturunan Arab, bersifat rasis dan berpotensi mengadu domba dan memecah-belah anak bangsa.
Ariel Heryanto, Profesor dari Australian National University Australia, dalam akun Twitter-nya menyebutkan, pernyataan Hendropriyono bernada rasisme. “Rasisme tetaplah rasisme, tak peduli siapa yang melakukan, dan terhadap siapa,” tulis dia, Rabu (8/5).
Lalu pertanyaannya, benarkah yang disebutkan Hendropriyono bahwa warga keturunan Arab adalah provokator yang menyulut revolusi? Bagaimana sebenarnya perjalanan orang Arab di Indonesia?