Pangkal masalah ini terjadi di persidangan kasus korupsi KTP Elektronik pada Kamis, 25 Januari lalu. Saat itu salah satu saksi yakni mantan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Mirwan Amir, tiba-tiba ikut menyebut nama SBY ketika proyek KTP Elektronik bergulir.
Ia mengatakan pernah berbicara kepada SBY untuk menghentikan proyek KTP Elektronik, karena kegiatan itu bermasalah. Informasi itu diperoleh Mirwan dari Yusnan Solihin, agen penyedia produk Automated Fingerprint Identification System (AFIS).
"Saya mendengar dari Pak Yusnan, program e-KTP ini ada masalah. Maka itu, Pak Yusnan menulis surat kepada pemerintah tim (pemenangan) 2009. Saya katakan kalau tidak baik, lebih baik tidak dilanjutkan," ujar Mirwan kepada majelis hakim, menjawab pertanyaan Firman.
Informasi itu kemudian diteruskan kepada SBY di kediaman pribadinya di Cikeas, Bogor. Menurut politikus Partai Hanura itu, SBY memilih tetap melanjutkan proyek demi kepentingan Pilkada.
Namun, menurut anggota Divisi Hukum dan Advokasi Partai Demokrat Ardy Mbalembout, apa yang disampaikan Mirwan tidak lebih dari berita bohong.
"Pertanyaannya sederhana saja, apa iya Pak SBY mengurusi hal teknis seperti itu? Apa yang disampaikan oleh Mirwan tidak lebih dari kesaksian palsu," kata Ardy yang ditemui di PN Jakarta Pusat, Senin (29/1).
Mengapa disebut palsu? Karena pertama, ia tidak menunjukkan adanya saksi yang melihat pembicarannya dengan SBY di Cikeas. Kedua, dokumen atau bukti tertulis pun tidak ikut disampaikan.
Mirwan dianggap telah melanggar Pasal 242 ayat (1) KUHP bab IX mengenai kesaksian dan sumpah palsu.