Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Edhy Prabowo. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara mengenai putusan Mahkamah Agung, yang meringankan vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo jadi 5 tahun penjara. Sebelumnya saat banding di Pengadilan Tinggi, vonis Edhy justru diperberat jadi 9 tahun.

"Tentu dengan putusan MA, kami selaku aparat penegak hukum, lembaga KPK sangat menghormati putusan peradilan," ujar Firli seperti dikutip dari media sosialnya, Jumat (11/3/2022).

1. Firli sebut hakim lebih paham perkara Edhy Prabowo

Ketua KPK, Firli Bahuri, saat diskusi dengan media massa di Gedung Juang KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Jumat (19/11/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Firli menegaskan, KPK masih menunggu dokumen hasil putusan Kasasi Mahkamah Agung terhadap mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu. Sebab, putusan itu perlu segera dipelajari untuk dilaksanakan.

"Tapi yang pasti adalah hakim lebih memahami dan mengetahui setiap perkara yang diputuskan," ujarnya.

2. Putusan MA harusnya mempertimbangkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri (IDN Times/Aryodamar)

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri sebelumnya mengatakan, korupsi merupakan kejatahan luar biasa yang harus dimusuhi bersama. Untuk memberantasanya, perlu cara yang luar biasa.

"Satu di antaranya tentu bisa melalui putusan yang mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat, dan juga mampu memberi efek jera untuk mencegah perbuatan serupa kembali terulang," ujarnya.

Ali menilai, pemberian efek jera merupakan salah satu penegakkan hukum tindak pidana korupsi. Pemberian efek jera itu bisa berupa besarnya pidana badan, serta pidana tambahan seperti uang pengganti ataupun pencabutan hak politik.

"Oleh karenanya, putusan majelis hakim seyogyanya juga mempertimbangkan hakikat pemberantasan korupsi sebagai extra ordinary crime," ujarnya.

3. Vonis Edhy disunat karena baik pada nelayan

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020) dini hari (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Diketahui, MA memutuskan Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara dalam kasus korupsi ekspor benur. Ia awalnya divonis 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta dan uang pengganti senilai Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS. Namun, ia tak terima dan mengajukan banding.

Di tingkat Pengadilan Tinggi, vonis Edhy Prabowo justru diperberat menjadi 9 tahun penjara, denda Rp400 juta, dan uang pengganti sebesar Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS. Ia tak terima dan mengajukan kasasi, hingga akhirnya kembali  pada putusan semula.

Selain divonis 5 tahun penjara, Edhy juga wajib membayar denda Rp400 juta. Apabila tak dibayar dalam sebulan setelah berkekuatan hukum tetap, maka diganti dengan hukuman penjara enam bulan.

Editorial Team

EditorSunariyah